Zulfikar gelisah. Tiga puluh menit lagi dia ada jadwal kuliah. Mata kuliah kimia komputasi yang diampu oleh pak Suryono, dosen yang terkenal tegas dan tak pernah mentolerir mahasiswa yang terlambat masuk kelas.
Ia berharap Anjani segera datang, sehingga dia bisa mencoba untuk mengajaknya ngobrol, walaupun hanya sebentar. Sialan, kenapa juga harus jadwalnya kuliah dengan Pak Suryono? Kalau dosen yang lain, ia masih berani untuk datang terlambat.
Aduh, kenapa pula Anjani tak datang-datang? Jangan-jangan jadwal kuliah kelas Anjani yang dimintanya dari Liana, teman sekelas Anjani, salah. Sialan Liana. Awas ya, besok tunggu pembalasanku kalau dia sengaja berikan jadwal yang salah. Zulfikar gelisah.
Idenya memang didapatkan mendadak. Zulfikar sedang duduk di depan ruang SMF (Senat Mahasiswa Fakultas) menunggu jadwal kuliah berikutnya, ketika Liana melintas, memasuki ruangan. Dia pengurus SMF, dan Zulfikar ingat kalau dia adalah teman sekelas Anjani. Segera disusulnya, masuk ruangan.
"Liana, aku mau minta tolong, please. " Kata Zulfikar cepat. Menghentikan langkah Liana dan membuat seisi ruangan menoleh kepadanya. Ada empat orang di ruangan itu. Ada yang sedang menghadapi laptop, sedang membaca buku, dan melihat handphone.
Liana memutar badannya, menghadap Zulfikar. Oh, ini dia, cowok yang setengah mati mengejar-ngejar Anjani. Heran, padahal Anjani jelas-jelas tak suka. Bukannya banyak mahasiswi selain Anjani, yang lebih cantik sekalipun? Liana memandang Zulfikar, tak habis pikir. Cowok seganteng itu... Nggak bakalan ada yang menolak kalau dia mau pindah ke lain hati.
"Ya Kak, minta tolong apa ya? " Kata Liana, sopan. "Aku minta jadwal kuliahmu dong. Tolong ya tuliskan." Kata Zulfikar. " Oh, baik Kak. Sebentar. " Liana duduk dan mengambil buku catatannya, menyobek selembar kertas dari bukunya dan mulai menuliskan jadwalnya.
"Ini Kak." Liana menyerahkan selembar kertas yang sudah bertuliskan jadwal kelasnya. Ia tak tahu, mengapa Zulfikar sampai meminta jadwal kuliah Anjani. Tapi ia berpikir mungkin itu ada hubungannya dengan usaha Zulfikar untuk bisa mendekati Anjani.
"Wah, luar biasa. Daya juangnya tinggi juga nih. Beruntung sekali Anjani. Aku juga mau sih, kalau didekati cowok model kayak gini. Tapi, heran banget, kenapa Anjani nggak mau dan selalu menghindar ya? Aku harus tanya dia deh. Penasaran". Batin Liana.
" Terimakasih, dek. " Kata Zulfikar menerima kertas itu, dan kembali berjalan ke luar ruangan. Dibacanya kertas itu. Hari itu hari selasa.
Dibacanya jadwal di hari selasa. Jadwal kuliah jam kedua baru saja berakhir sepuluh menit yang lalu, jadwal kuliah berikutnya masih satu jam. Berarti sekarang dia pasti sudah berada di perpustakaan.
Zulfikar segera pergi ke perpustakaan. Berdasarkan informasi dari Dianti, dia sudah tahu tempat duduk mana yang biasanya dipilih oleh Anjani. Zulfikar mencari tempat duduk yang strategis, yang bisa melihat ke arah tempat duduk Anjani tanpa Anjani bisa melihatnya.
Zulfikar berhasil menemukan sebuah tempat duduk yang tersembunyi di balik rak buku. Dari arah duduknya, dia bisa melihat ke arah meja yang biasanya dipakai Anjani.
Sebetulnya bisa saja ia langsung duduk di meja Anjani. Tapi Zulfikar tahu, nanti malahan tidak bisa ketemu dengan Anjani. Begitu dia tahu kalau ada Zulfikar duduk di situ, dia pasti akan segera berbalik pergi.
Dan disinilah Zulfikar sekarang, duduk di tempat pengintaiannya, sejak tadi resah menunggu kedatangan Anjani. Diliriknya jam tangannya. Dua puluh lima menit lagi mata kuliah kimia komputasi dimulai! Perjalanan dari perpustakaan ke ruang kuliahnya paling tidak butuh waktu sepuluh menit. Ini berarti dia hanya punya waktu lima belas menit untuk mengajak Anjani bicara. Itupun kalau dia datang sekarang. Kalau tidak....
Tiba-tiba mata Zulfikar menangkap bayangan Anjani. Ya, dia sudah datang. Dan langsung duduk di kursinya. Kursi dua seat dekat jendela. Dia membawa buku. Mungkin sebenarnya dia sudah datang di tempat ini sejak lama, mungkin ia tadi memilih-milih buku dulu.
Zulfikar tidak menyia-nyiakan kesempatan. Begitu melihat Anjani sudah duduk dan mulai membaca, dia segera berdiri dan melangkah ke meja Anjani.
"Hai Anjani, boleh aku duduk di sini? " Katanya membuka percakapan. Anjani mengangkat kepalanya dari halaman buku yang sedang dibacanya. Sesaat dia tampak terkejut, wajahnya sedikit memerah. Lalu kemudian terlihat ia bisa menguasai diri.
"Oh. Iya boleh. " Jawab Anjani, kemudian menunduk. Oke baiklah Zulfikar. Sekarang kau harus hati-hati bicara. Jangan sampai gadis ini kabur lagi.
"Kalau boleh tau, buku apa yang kau baca? " Tanya Zulfikar.
Anjani mengangkat bukunya dan memperlihatkan cover buku itu kepada Zulfikar. Struktur Aljabar, Zulfikar membaca judulnya.
"Anjani, kau memang suka banget dengan matematika ya? Kalau boleh tahu, itu jurusan pilihan kamu sendiri, atau ada yang menyuruhmu untuk ambil jurusan itu? " Zulfikar bertanya.
"Pilihan saya sendiri. Memang dari SD saya suka pelajaran matematika. " Jawab Anjani.
"Wah keren. " Kata Zulfikar.
"Anjani, kau tidak marah padaku kan? " Tiba-tiba Zulfikar mengubah topik. Anjani menjawab, "Tidak"
"Alhamdulillah, syukurlah. Aku lega sekali. Soalnya kemarin aku kira kau marah padaku. " Kata Zulfikar dengan sedikit berlebihan. "Oh ya kemarin katanya baru sakit ya? Sekarang sudah sembuh betulan? Maaf ya nggak sempat nengok. " Kata Zulfikar. "Sudah sembuh Kak, terimakasih. " Jawab Anjani.
Zulfikar mulai bingung. Jawaban-jawaban Anjani pendek-pendek. Harus ngomong apalagi nih?
"Oh ya Anjani. Boleh tahu dong, cita-cita kalau sudah lulus apa? " Akhirnya itu yang ia tanyakan.
Anjani menatapnya heran dan menjawab, "Menjadi guru matematika. " Lalu dia tersenyum. Zulfikar ikut tersenyum. "Oh ya. Tentu saja. Maafkan pertanyaan bodohku Anjani. " Kata Zulfikar.
Zulfikar berpikir kalimat apa lagi yang mau dikatakannya, ketika tiba-tiba dia ingat jadwal kuliahnya. Diliriknya jam tangan, waktunya habis! Hanya tinggal lima menit. Ia harus berlari cepat kalau kepingin tidak terlambat masuk kelas. Kenapa pula Pak Suryono harus kelewat disiplin seperti itu?
"Eh, Anjani. Saya ada jadwal kuliah. Saya pergi dulu ya. Terimakasih untuk acara ngobrolnya. " Kata Zulfikar buru-buru. Ia langsung pergi dengan cepat, mengambil tas di loker dan berlari menuruni tangga ke lantai satu.
Anjani hanya menatapnya dengan heran bercampur geli. Kembali kepalanya menekuri buku yang terbuka di hadapannya. Tapi konsentrasinya sudah buyar gara-gara Zulfikar.
Terimakasih sudah membaca.. Jangan lupa follow dan subscribe ya... Terimakasih.. 🙏🙏❤