"Dek," ucap Aryo saat memasuki kamar. Ia mendekat pada Lia yang tengah duduk di kursi meja rias menghapus riasan di wajah.
Lelaki berpakaian necis itu berdiri di belakang tubuh istrinya seraya melingkarkan kedua tangannya pada bahu Lia.
"Kamu jangan ambil hati perkataan Putri, ya. Dia memang gitu orangnya, suka keceplosan," kata Aryo lagi seraya menyimpan dagu di pundak ramping istrinya.
Ia merasa tak enak akan Lia. Adiknya sedari dulu memang sering berbicara asal dan to the point. Apa yang ada di pikiran, langsung ke luar dari mulut. Hal itu juga yang membuatnya harus meminta maaf mewakili Putri.
"Ya, nggak begitu jugalah, Bang. Ucapan dia tuh seakan-akan mendesak aku buat nurutin kemauaanya. Memangnya aku ini apa? Pembantunya? Aku nggak suka!" sungut Lia dengan suara yang sedikit keras dengan tangan tak berhenti memegang kapas membersihkan wajah dan tatapan menyorot tajam pada Aryo.
"Dek, kamu tahu sendiri 'kan, kalau dulu hidup kami itu susah. Makanya Putri ingin terlihat glamour karena masa kecilnya tak mendapatkan itu."
Selalu saja itu yang dijadikan tameng. Kesusahan, penderitaan, membuat Lia muak. Hal itu membuat bencinya semakin besar pada keluarga Aryo, terlebih pada ibu bapaknya yang tak bisa berusaha agar membuat kehidupan lebih layak.
Lia menyimpan tangan memegang kapas di atas paha, lalu mereka saling bertatapan pada cermin.
"Aku tak butuh penjelasan kemiskinan keluarga kamu. Tak terhitung jumlahnya kamu menyebutkan masa-masa yang membuatku muak. Kamu sekarang berdiri memakai jas, dasi, dan sepatu mahal berkat ayahku. Jadi, semua yang kamu miliki itu adalah hakku dan yang kamu lakukan atas seizinku. Aku akan melakukan apa pun jika aku suka," bantahnya membuat Aryo mati kutu.
Aryo menatap dirinya nanar pada cermin. Lelaki yang dulunya berpenampilan lusuh, kurus, dan menjual asongan itu membatin. Memang benar kalau dirinya menumpang hidup pada istrinya. Namun, tak sepenuhnya menumpang, dia juga bekerja keras mencari pundi-pundi rupiah untuk kebahagiaan istrinya. Buktinya perusahaan pun dibuat lebih maju dari sebelumnya.
Akan tetapi, ada satu hal yang belum terpenuhi sampai sekarang. Sudah berusaha dan melakukan berbagai hal, tetapi belum mereka dapatkan. Yaitu seorang anak yang sdlalu didambakan untuk hadir melalui perut Lia.
Lia beranjak dari duduk menuju kamar mandi. Ia gamang dan resah dengan hati yang bertanya-tanya, mengapa ia bisa dikalahkan oleh cinta hingga terjebak dalam keluarga yang selalu saja minta dikasihani? Padahal, ia bisa saja menikahi lelaki milyader, crazy rich yang kekayaannya lebih dari harta keluarganya.
**
Waktu sudah hampir Asar. Di tempat lain, seorang lelaki berpakaian baju dinas coklat tengah menimang anak bungsunya di teras. Tak henti-hentinya anak berusia satu tahun itu menangis menginginkan sesuatu. Sudah diajak bermain oleh sang kakak, tetapi tidak mau. Juga sudah diberikan susu formula agar diam, hasilnya sama saja. Pria itu adalah Raka--suami Putri.
Ditengah kerepotannya menenangkan Danis, ia mengalihkan tatapan pada pintu gerbang di mana terdengar suara mesin mobil yang berhenti. Dari taxi tersebut, keluarlah sosok Putri dengan kedua tangan dipenuhi kantong belanjaan.
Istrinya itu begitu ceria berjalan ke arahnya. Namun, dirinya begitu marah, bisa-bisanya dia sebahagia itu sedangkan anak-anaknya menangis.
"Kamu dari mana saja, Dek? Anak dititipin tetangga, kamu nggak mikir!" sentak Raka pada Putri yang sudah berdiri di hadapannya. Bagaimana tidak marah, ia yang baru saja pulang langsung dihadapi oleh Maida tetangganya membawa Danis dan Sisil.
"Aku habis belanja kebutuhan. Di rumah nggak ada orang, kamu juga tadi belum pulang. Terpaksa aku titip ke Mbak Maida," kilah Putri sambil mengedikkan bahu dengan alis bertaut. Ia berpikir, apa salahnya satu hari ini pergi ke luar tanpa membawa anak-anak?
"Memangnya kamu nggak bisa nunggu aku sebentar gitu? Abang ini cape pulang kerja, sampai rumah harus jaga anak. Abang kerja, Dek, bukan main!"
Raka sedikit mengeraskan suaranya dengan tangan menepuk pantat Danis yang masih menangis dalam pangkuan.
Putri sedikit menggelengkan kepala seraya menyimpan kantong belanjaan di kursi coklat di belakangnya. Ia menatap Raka penuh arti berharap suaminya itu mengerti keadaan dirinya.
"Aku juga nggak tiap hari keluar, Bang. Setiap hari di rumah pun bukan bersantai seperti yang kamu bilang. Aku kerja jaga anak-anakmu yang rewel, bersihin rumah, masak, nyuci, belum lagi kalau sudah bersih di berantakin anak-anak. Bukan cuma kamu saja yang cape, tapi aku juga!"
"Susah memang bicara sama orang susah!"
Putri sedikit memiringkan wajah menatap suaminya tak percaya dengan bibir mengeluarkan kekehan kecil. "Aku dari dulu memang orang susah. Ingin ini itu saja harus bekerja keras. Aku hanya menikmati apa yang dipunya sekarang. Lagi pula kamu yang mengejarku, bukan sebaliknya!"
Dengan cepat dirinya menyambar Danis memindahkan kepangkuannya. Sedetik kemudian, ia berlalu meninggalkan Raka yang tengah menjambak rambut petanda jengkel akan tingkah laku istrinya.
**
"Permisi."
Terdengar suara lelaki dari halaman rumah Sarah. Sarah yang baru saja selesai menunaikan salat Asar, bergegas melepaskan mukena berjalan melihat siapa yang bertamu.
Setelah pintu terbuka, ia menautkan alis ketika mendapati lelaki yang tak dikenal. Lelaki yang baru pertama kali dilihatnya itu memindai penampilan dirinya yang memakai kaus dan rok dengan warna sedikit pudar.
"Cari siapa, Pak?" tanya Sarah kembali melangkah mendekat. Jari-jari tangannya bertaut dan disimpan di depan paha.
"Betul ini rumah Sarah anaknya Mbok Siti?" Lelaki berpakaian serba hitam khas supir itu balik bertanya.
Sarah mengangguk membenarkan dengan pikiran bertanya, mengapa pria di hadapan tahu namanya?
Pria itu merogoh saku celana mengeluarkan sebuah amplop putih, lantas menyodorkannya pada Sarah dengan tubuh sedikit membungkuk. "Saya di amanahkan untuk mengantar ini dari Pak Aryo."
Walau ragu, Sarah menerimanya dengan rasa tak percaya. Setelah pria itu berpamitan, ia menatap amplop membolak-balikannya seraya menggaruk rambut yang seketika gatal.
"Ini beneran Bang Aryo yang kirim? Sejak kapan baik?" gumamnya lalu masuk ke dalam untuk memberitahukan pada ibunya.
Next? Untuk bab 8,9,10, bisa pakai koin perak yang didapatkan dari misi harian ya🤗