First Kiss and First Meet


Ini gila! 

Naina mencoba melobi panitia agar tak harus naik ke atas panggung. Bagaimanapun dia bukan dosen yang biasa melucu. Rasanya tidak etis jika harus bersikap tidak semestinya. Selama ini dia dikenal sebagai dosen yang serius, disegani bahkan ditakuti.

"Dengar, aku di sini dosen. Jadi tolong jangan suruh aku bertindak konyol." Naina menatap serius.

Panitia tampak saling lirik. Sementara itu, Prince mundur ke belakang panggung, meneguk minuman yang disediakan dan dikeringkan keringatnya oleh pekerjanya. Sambil menunggu Naina yang jaraknya memang cukup jauh dari panggung.

"Kak, demi nama baik Prince. Please ...." Alia memohon, dia tidak mau idolanya seolah tidak disukai meski hanya oleh satu orang.

Naina menarik napas dan memandang Alia.

"Kak, demi aku," pinta Alia lagi, dia tampak begitu polos dan bodoh bagi Naina.

Naina tak punya pilihan lain selain menuruti adik kesayangannya.

Bagi Alia, biarlah sang kakak yang mendapat kesempatan ke panggung, toh dia tetap bangga bisa mengatakan itu adalah kakaknya pada seluruh princesaathiya di berbagai negara, nanti di sosial media.

Dengan ragu Naina berjalan menuju panggung. Tatapan Prince mengiringi langkahnya. Begitu juga tatapan ratusan pasang mata penonton di sana.

Seorang dosen paling mereka segani dan selalu terlihat dingin, kini menginjakkan kakinya ke panggung yang penuh keceriaan.

Prince menatapnya dengan penuh kemenangan. Entahlah, Prince selalu merasa tertantang jika bertemu Naina. Tapi harusnya dia takut, bisa saja dia dipermalukan di depan sorot kamera media yang ada di sana.

"Bocorannya Anda seorang dosen?" sapa Prince ketika melihat Naina kaku. Prince sendiri mengusap keringat di wajahnya berulang kali.

Naina hanya mengangguk dan menarik napas dalam. Membuat Prince semakin senang. Para mahasiswa penasaran dengan aksi dosennya.

"Sepertinya anda tidak excited. Atau anda gugup?" goda Prince, Naina hanya tersenyum canggung.

Terpaksa.

Ia bahkan menoleh eberapa kali menoleh ke arah bawah, pada adiknya yang terlihat berbinar. Ya, hanya demi menyenangkan adiknya, dia berusaha tersenyum. Sekerasa apa pun dia pada Alia, tapi dia sangat menyayangi sang adik.

Para dosen tak kalah penasaran. Rekan mereka yang paling muda memang layak untuk diuji jiwanya, karena selama ini terlihat terlalu matang seolah jauh dari usia sesungguhnya. Semacam tertular mereka yang bahkan hampir uzur.

"Suatu kebanggaan bisa beradegan romance dengan dosen favorit kalian. Apa dia favorit kalian?" teriak Prince, hingga terdengar gemuruh sorak sorai para mahasiswa.

Tunggu! Beradegan romance? Naina berniat protes tapi lagu telah terdengar ....

Khwaab Hai Tu, Neend Hoon Main

(Kau adalah mimpi, aku adalah lelap)

Dono Mile Raat Bane

(Kita berdua berpadu melengkapi malam)

Prince merentangkan tangannya, sedang Naina bengong tanpa ekspresi.

Roz Yahin Maangu Duaa

(Setiap hari aku mendoakan ini)

Teri Meri Baat Bane

(Kau dan aku kelak bersatu)

Baat Bane ... baat bane ...

(kelak bersatu)

Prince mulai menarik Naina yang masih bengong ke dalam pelukan dan mengangkat dagunya dengan telunjuknya. Semua semakin histeris melihatnya. Ini pertama kali melihat sang dosen seperti ini.

Main Rang Sharbaton Ka 2x

(Aku adalah sari buah beraneka warna)

Tu Meethe Ghaat Ka Paani 2x

(Kau adalah air sungai yang manis)

Prince mengelus wajah Naina yang entah kenapa bagai tersihir dia diam saja.

Mujhe Khud Mein Ghol De Toh

(Bila kau melarutkanku dalam dirimu)

Mere Yaar Baat Bann Jaani

(Sayangku, maka pasti akan menyenangkan)

Prince pun mulai menekuk lututnya sebagai sandaran Naina yang dia buat condong ke belakang, hingga seperti Renuka dalam filmnya.
Naina benar-benar seperti tak sadar dan hanya mengikuti gerakan yang dibuat Prince.

O Yaara Tujhe Pyaar Ki Batiyaan Kya Samjhawaan

(Oh sayangku, bagaimana harus kujelaskan kata-kata cinta)

Jaag Ke Ratiyaan Roz Bitaawaan

(Ku lewati hari dengan terjaga setiap malam)

Isse Aage Ab Main Kya Kahoon

(Apa lagi yang harus kukatakan setelah ini)

Prince membuat Naina bergerak seperti berdansa namun dia di belakangnya, lalu ketika tiba di kya kahoon ... dia membalik tubuh Naina dan clk ... Naina merasakan ada sentuhan hangat nan kenyal di bibirnya.

Dia segera mendorong Prince, beruntung kejadian itu di saat posisi Prince membelakangi penonton. Tapi jelas, semua tim dan panitia melihat sang bintang mencium bibir wanita itu sungguhan.

"Oh my God!" desis mereka.

Semua bertepuk tangan dan Alia tampak terharu melihatnya, sedangkan Naina menahan amarah yang tak terbendung di hatinya. Andai tak ingat adiknya yang tergila-gila pada Prince, mungkin iasudah ditampar bolak balik artis******yang berani memerawani bibirnya.

Naina langsung turun dan tak peduli dengan panggilan Alia ataupun siapa pun.

Sepanjang jalan Naina menatap nanar, berulang kali menyadarkan diri. Memukul stir mobil dan menyentuh bibirnya.

"So stupid!"

***

"Kau gila Prince! Bagaimana jika wartawan melihatnya?" omel Govind di belakang panggung.

"Aku kehilangan kontrol." Prince memutar-mutar ponselnya.

"Sepertinya dia wanita yang sama yang kau ikuti waktu itu." Govind mulai curiga.

Prince diam saja. Dia hanya memikirkan apa yang Naina rasakan sekarang. Pasti semakin membencinya. Membenci si tukang cium banyak wanita di film, dan kini menciumnya di depan umum.

Prince sendiri tidak menyadari jika dia akan segila itu. Awalnya hanya ingin menggoda Naina yang pernah mengatainya, dan momen itu sangat mendukung karena di sesi lagu romantis, dan entah kenapa spontan saja mencium bibirnya, sama seperti adegan yang dia lakukan di film.

Ada dorongan yang tak dia pahami saat menatap mata Naina yang terang laksana purnama, dan bibirnya yang indah seperti madu yang manis.

"Jauhi dia, Prince. Jika tak ingin karirmu hancur." Govind mengingatkan.

"Aku tidak mencintainya."

"Karena itu jauhi dia. Aku bisa melihat dia tidak akan menguntungkan karirmu," tekan Govind.

Prince kembali tak berkomentar, hanya diam menerawang. Pikiran dan hatinya bagai tidak sinkron.

Sementara itu, bagi Naina, itu adalah penghinaan terbesar. Prince benar-benar menyamakannya dengan wanita kebanyakan, yang dengan mudah dia cium atau peluk. Naina benci itu. Dia merasa telah kehilangan harga diri, ingin rasanya dia permalukan artis itu saat di panggung. Tapi pasti malah menyakiti hati adiknya, yang amat mengidolakannya.

"Dasar stupid idol. Artis bodoh!" maki Naina sambil duduk di sisi tempat tidur dengan napas tak beraturan.

Ingin menangis, tapi percuma. Ingin teriak juga tidak akan mengembalikan semuanya, lagi pula ... hanya ciuman singkat. Tapi tetap saja seperti kehilangan yang amat besar.

"Kak!" Alia mengetuk pintu kamar Naina.

Naina segera merapikan rambut dan bajunya lalu membuka pintu.

"Kok langsung pulang, Kak? Kenapa tidak berfoto dulu? Tapi sungguh, kakak keren juga jadi pasangan Prince. Romantis! Tidak kalah dengan Renuka. Hihihi," goda Alia.

Itu tindakan terbodoh yang pernah kulakukan seumur hidup.

Naina hanya berjalan ke meja makan dan mengupas buah dengan kasar, seolah sedang menguliti kulit artis itu.

"Sekarang kakak mulai suka Prince tidak?" goda Alia.

Naina diam dan memandang pisau. Namun, akhirnya dia bersuara.

"Aku ingin sekali menguliti dia," katanya dengan ganas.

"Ish! Kakak. Jahat sekali. Kasian Prince-ku." Alia memeluk tasnya.

"Kak, cerita ...-"

"Aku lelah! Aku tidur dulu." Naina meninggalkan buah yang dia kupas begitu saja, dan Alia langsung melahapnya.

"Dasar aneh," keluh Alia.

***

Naina berusaha melupakan kejadian itu dan kembali ke kampus paginya.

Mulanya dia pusing dengan pertanyaan seperti apa rasanya berdansa dengan Prince?

Apa kemarin ciuman sungguhan?

Oh sungguh membuat Naina ingin memukul mereka satu per satu. Tapi dia tahan dan tetap tersenyum. Selama mengajar pun, mood-nya sedikit buruk. Tak jarang lebih banyak mengeluarkan nada sedikit tinggi ketika mahasiswa tidak paham dengan penjelasannya.

"Semua gara-gara artis idiot itu," keluhnya saat berada di ruang kerjanya.

Setelah menyelesaikan semua tugas di kampus, Naina menunggu Alia untuk pulang bersama. Tak lama adiknya itu datang membawa surat undangan. Dia diundang di pesta ulang tahun mahasiswa satu tingkat diatasnya. Diadakan di klub malam.

"Tidak boleh pergi!" tegas Naina, sesaat setelah membaca isi undangan birthday party tersebut.

"Ayolah kak, aku bukan anak kecil lagi," rengek Alia selama perjalanan.

Gia dan Katerine hanya saling lirik. Mereka tak bisa menolong Alia tentu karena takut pada Naina.

"Kau tidak tahu di sana banyak bahaya. Minuman keras, bahkan narkotika, atau lelaki hidung belang. Kau sangat cantik adikku, jadi mengertilah ... itu bukan tempat keren untuk kaukunjungi," papar Naina dengan setenang mungkin agar adiknya paham.

Alia melirik ke arah dua sahabatnya. Meminta bantuan. Anak-anak muda seperti mereka memang tengah merasa penasaran akan banyak hal. Meski hal itu berbahaya.

"Diantar saja, Miss, daripada tidak hadir. Tidak enak kan dengan yang memberi undangan," ujar Gia sedikit takut, lalu melirik pada Alia dan Katerina yang harap-harap cemas.

"Lagipula apa baiknya membuat pesta di tempat seperti itu?" keluh Naina. Heran dengan kebiasaan orang-orang yang menganggap tempat hiburan malam sebagai hal yang menyenangkan.

"Diantar saja ya, please?" rengek Alia lagi.

"Ya," jawab Naina singkat.

Yes! Bibir ketiga gadis belia tersebut kompak bergumam.

***

Naina mengantar Alia hanya sampai parkiran, dia tidak suka suasana ramai. Apalagi dengan musik yang memekakan telinga. Terlebih bau rokok dan alkohol yang mungkin akan dia temui.

Bahkan Alia sudah diwanti-wanti untuk tidak minum minuman berkohol dan hanya menghadiri pesta saja. Tidak lebih dari itu. Dia sendiri memilih membaca novel hingga jam menunjukkan pukul 23.00. Naina langsung keluar dari mobil dan menuju pintu masuk klub. Dia menelpon Alia untuk mengingatkan sudah saatnya keluar.

"Hey gadis manis. Ayo kita menari," goda seorang pria hidung belang.

Alia cuek saja dan terus bergurau dengan temannya.

"Hey!" pria kurang ajar itu mengelus pipi Alia.

"Hey, jangan ganggu kami," ujar Gia.

Pria itu malah semakin berani. Alia dan Gia segera keluar dari tempat itu. Mereka ketakutan karena terus diikuti pria tadi. Tiba di pintu keluar, tampak Naina tengah menelpon dan Alia malah membuat ponselnya silent.

"Kak!" Alia segera menghampiri Naina.

"Kenapa tidak diangkat?" Naina langsung berjalan kembali ke mobil. Dia tidak tahu adiknya dalam bahaya.

"Hey cantik. Kau kira bisa lepas dariku begitu saja?" ujar pria itu mengejar Alia dan Gia.

Sontak membuat keduanya pucat dan lari ke arah Naina yang sudah berada dekat mobilnya. Mereka langsung meminta perlindungan, sedangkan Naina membalikkan badan, dan melindungi adiknya.

"Oh, ada gadis manis satu lagi," katanya sambil menjliat bibir.

"Abaikan." Naina membuka kunci mobil, meminta adiknya masuk.

Pria itu mendekat dan merebut kunci mobil Naina. Dia bersiul sambil menatap tubuh di depannya dan beberapa temannya datang sambil tertawa. Membuat Alia dan Gia makin ketakutan, sedangkan Naina tampak tenang.

Dia berjalan mendekat ke arah pria yang merebut kunci sembari mengambil ikat rambut dari saku celananya dan mengikat rambutnya.

"Kembalikan!" pintanya tenang.

"Ambil kemari, Sayang," goda pria******itu.

Naina mendekat dan kunci dilemparkan ke atas. Mereka tertawa seolah Naina adalah mainan mereka. Naina melihat kuncinya meluncur ke bawah dan langsung menendang perut pria pertama lalu menangkap kuncinya.

"Selesai," katanya sambil berbalik.

Kelima teman pria itu mengelilingi Niana, hingga Alia dan Gia ketakutan.

"Ya Tuhan, bagaimana ini?" Gia ketakutan.

"Ah shit, aku lupa! Kakakku itu sudah sabuk hitam tae kwon do juga menguasai krav maga," ujar Alia jadi lebih tenang bahkan seolah siap menonton pertunjukan.

"Tapi lawannya banyak." Gia masih takut.

"Let's see!" Alia optimis.

Naina berjalan hendak melewati mereka, tapi diserang hendak ditangkap, dengan cepat dia melepaskan tendangan ke arah satu dari mereka. Lalu tinju ke wajah yang lainnya. Meski sempat terkena pukulan di pundaknya, tapi dia masih stabil dan dengan ilmu self defens (krav maga) membuat dia dapat dengan mudah menghajar dan membalik keadaan.

Mereka terhuyung-huyung terkena tendangan dan pukulan Naina, hingga pihak keamanan datang dan membawa mereka.

"Sudah kubilang, aman kan?" Alia malah bertepuk tangan.

Naina masuk ke dalam mobil sambil mengusap keringat di leher dan keningnya.

"No party again! Ok?" Naina menginjak gas dan melesat meninggalkan tempat itu.

Naina, seorang dosen keuangan yang juga pandai bela diri. Itulah kenapa orang tuanya percaya membiarkan Naina belajar kemudian bekerja di kota besar yang jauh dari kota mereka, karena dia bisa menjaga diri. Dan itu kenapa dia bisa dengan sigap menangkap bola yang dipukul Prince meski dalam kecepatan tinggi.

***

Naina memandang foto Prince di kamar Alia. Tiba-tiba teringat ciuman singkat itu, dia langsung mendaratkan kakinya tepat di hidung Prince.

"Lain kali akan kulakukan ini bukan pada fotomu. Tapi pada hidung badutmu itu," gerutunya sambil kembali menyedot debu dengan vacum cleaner.

Sedmentara itu, sang calon korban, memang sedang syuting adegan action. Sudah beberapa hari dari kejadian itu dia sibuk syuting. Hanya sesekali mengunggah foto dan video dari lokasi syuting.

Dia merindukan jalan-jalan di tempat umum tanpa dikenali sebagai bintang, itu dia lakukan jika sedang tidak ada pekerjaan mendesak. Tapi, kali ini Govind sang manajer melarangnya berkeliaran. Govind juga tak mau Prince menemui Naina lagi.

Hari ini dia akan ada wawancara khusus dengan Faridoon Shahryar dari Bollywood Hungama, tentu ini kesempatan bagi para fans untuk memberikan pertanyaan dan dijawab langsung sang artis.

Semua fans telah mengirimkan pertanyaan dan wawancara telah dimulai. Di awal hanya membahas film-film yang akan rilis, hingga tiba di bagian membaca pertanyaan dengan jawaban cepat.

"Oke, Renuka atau Ishika?" Faridoon memulai pertanyaan rapid fair.

"Both! Mereka sama-sama hot," jawabnya membuat fansnya senyum-senyum tak karuan.

Rapid fair atau jawaban cepat telah selesai. Beralih ke pertanyaan dari penggemar.

"Hmm ini dari Gurveet, hi Prince ... sesungguhnya siapa kekasihmu? Benarkah Renuka? Atau ada gadis lain?" Faridoon tersenyum saat membacakan pertanyaan.

"Well, aku single," jawabnya singkat.

"Wah, jadi kau benar-benar single? Bagaimana dengan Renuka?"

"Kami bersahabat baik. Tidak ada cinta dia ntara kami," jawab Prince.

Biasanya dia akan menjawab ambigu, tapi karena promosi film mereka telah usai. Tak lagi gimmick pacaran di antara mereka.

"Ok! Next ... dari Alia. Prince apa kenangan yang tak pernah bisa kau lupakan?" Faridoon tersenyum, "pertanyaan yang unik," lanjutnya.

Prince mengelus cambang tipisnya, lalu tersenyum, "Terlalu banyak."

"Ayolah, jawab lebih spesifik."

"Ciuman pertama," jawabnya singkat dengan mata dilebarkan dan merona.

"Wow, siapa gadis beruntung itu?"

"Rahasia." Dia tergelak.

Semua fans sangat penasaran siapa wanita yang dicium Prince pertama kali. Dalam film, jelas dia sering melakukannya. Namun, dalam kehidupan nayta?

Alia sampai jingkrak-jingkrak pertanyaannya dijawab oleh Prince. Dia lari menemui kakaknya dan menunjukkan video wawancara itu. Kalimat ciuman pertama membuat Naina merasa sedang diejek oleh artis ini. Yang mana ciuman pertama miliknya telah dirampas secara tak sadar di atas panggung. Dia langsung meninggalkan Alia yang terus menari-nari bahagia.

***

Setiap tahun ada pemberian beasiswa bagi mahasiswa berprestasi di kampus. Seorang donatur, pengusaha sukses India rutin memberikan beasiswa pada mereka yang berprestasi, bahkan lapangan pekerjaan untuk mahasiswa teladan dan bertalenta.

Dia adalah Ness Chaturvedi, tampan, gagah dan sangat memesona. Dia seorang duda, istrinya dulu adalah seorang artis film, namun akhirnya bercerai karena perbedaan prinsip hidup.

Kali ini seorang mahasiswa bernama Atul Rajat Singh yang mendapat medali dan beasiswa dari Ness. Dia naik ke atas panggung dan menerima penghargaan tersebut.

"Sebenarnya aku hanya seorang anak biasa, anak pemalas kata ibuku. Tapi, seseorang mengubahku. Aku rasa dia lebih pantas memakai medali ini. Dia dosen terbaikku, inspirasiku. Miss Naina ... aku harap kau bersedia mengambil ini dariku." Atul memberikan sambutan.

Semua bertepuk tangan penuh haru. Naina menggeleng, mengisyratkan Atul layak untuk itu. Tapi Atul terus memaksa.

Ness menatap wanita yang sudah jadi dosen dalam usia yang cukup muda. Ya selama tiga tahun dia tak pernah hadir, baru kali ini hadir dalam acara ini.

Naina berdiri, berjalan menuju panggung. Menatap mahasiswa yang telah dia ubah dari seorang yang tak memilki kepercayaan diri, menjadi mahasiswa teladan.

"Kau layak Atul. Berikan ini pada ibumu. Dia pasti bangga," ujar Naina merangkul pundam Atul yang berurai air mata.

Semua ikut terenyuh dan bertepuk tangan. Naina kembali turun dari panggung bersama Atul, dan yah! Pandangan Ness terus mengarah padanya.

Ness semakin terpana melihat kesopanan Naina ketika berbicara dengan siapa saja. Meski terkenal galak di kelas, tapi dia sangat santun meski dengan mahasiswa didiknya. Itu mengapa banyak yang sayang juga benci padanya.

"Sepertinya anda dosen favorit?" Ness mencoba memberanikan diri mendekati Naina yang sedang mengobrol dengan rektor.

"Mister Chaturvedi ... ya, dia dosen terbaik," ujar Mr. Bhansali, sang rektor.

Naina hanya tersenyum dan memberi salam.

"Bidang?"

"Keuangan dan perpajakan," jawab Naina dengan sopan.

"Wah, hebat! Aku kadang merasa jenuh dengan dua hal itu," katanya sambil bercanda, "o ya ... aku sedikit ada masalah dengan pajak perusahaan. Bisakah kau membantuku mengeceknya?" tanyanya langsung pada inti.

"Hmmm, mungkin bisa dibilang aku ini hanya jago teori." Naina merasa sungkan.

"Hhhh sayang sekali, aku sudah memakai jasa akuntan publik ataupun jasa perusahaan penilai, tapi masih meragukan semuanya. Aku ingin anda mengecek hasil mereka saja. Itu jika tidak keberatan," kata Ness masih berusaha.

Naina tersenyum manis dan mengangguk, "Akan aku cari waktunya, Tuan. Saat ini aku masih sangat memberikan penilaian untuk para mahasiswa. Aku tidak mungkin mengabaikan mereka."

"Aku mengerti. Bisa minta kartu nama Anda ... atau nomor telepon Anda?" Akhirnya dia bisa bertanya ke sana setelah berputar-putar sebagai alasan.

Naina mengeluarkan kartu nama dari dalam tas, lalu diterima oleh Ness dan langsung dimasukkan ke dalam dompet, bukan diberikan pada asistennya.

"Terima kasih banyak."

"Saya belum melakukan apa pun tuan," goda Naina.
Membuat Ness semakin menyukai gaya wanita ini.

Sesuai tipenya, dewasa, cerdas, sedikit humoris dan tidak berlebihan dalam penampilan.

"Anda sudah melakukannya," jawabnya singkat, lalu berpamitan pergi.

bersambung
Next part: SKANDAL

Yg minta repost komen dooong 


Komentar

Login untuk melihat komentar!