Siasat Sang Pelakor
Siasat Sang Pelakor


PoV Author

“Aku akan menikahi Mithayla, Alena! Kamu setuju atau tidak aku tetap akan menikahinya.” Haidar menggenggam tangan Mithayla di depan Alena.

“Lakukan saja, aku tak ambil pusing. Lagipula aku bukan perempuan yang berniat mengemis cinta padamu, Mas. Hidupku tercukupi, anak-anak sudah memberiku limpahan kebahagiaan.” 

Alena menjawab sambil memerintahkan anak-anak naik ke lantai dua, tak baik membiarkan mereka melihat ayahnya dengan perempuan lain di depan ibu mereka.

“Aku juga akan tinggal bersamanya. Mungkin juga akan menceraikanmu jika kamu menolak dan terus menyerangku seperti sekarang.”

“Kau tahu, Mas. Di mataku kau tak ubahnya lelaki bodoh yang mau saja menukar kebahagiaan keluarga demi seseorang yang tak berarti. Mungkin sekarang kau belum menyadari, tapi suatu saat kau akan menyesal pernah melepasku. Perempuan ini anak seorang pelacur, untuk apa kau mengejarnya sedemikian rupa kecuali kau sedang tak sadar!” 

Alena menunjuk muka Mithayla, membuat perempuan itu terhenyak karena tak menyangka Alena tahu identitasnya.

“Dia mampu memberiku kepuasan batin sementara kamu menua dan akan terus menua. Lihat dirimu, kamu mungkin bisa menipu semua orang dengan kecantikan palsu, tetapi aku tahu persis kamu tak berarti lagi untukku.”

“Cukup!!! Kau sudah melukai harga diriku, Mas. Pergi sekarang atau aku akan membawa anak-anak bersamaku dan kau tak akan pernah bisa menemui mereka lagi.”

“Baik, aku akan mengantar Mithayla. Kamu tahu ada yang harus kita bicarakan baik-baik malam ini. Kuharap kamu sudah benar-benar sembuh, Alena. Karena jika tidak, kamu yang tak akan pernah bisa melihat anak-anak lagi.”

Alena berbalik meninggalkan dua manusia penghianat itu. Baginya cukup anak-anak saja yang menjadi pelipur segala lara yang telah ditoreh Haidar. Dia tidak ingin lebih luka lagi…perceraian mungkin pilihan terakhir. “

Jika saja Mas Haidar bisa kembali seperti dulu, disaat keluarga ini laksana surga kecil yang menghias hidupku.” Alena membatin saat memandangi sebuah foto keluarga.

“Papa….ayo, Pa!” Siwa menarik lengan ayahnya untuk foto bersama sementara Alena sibuk mengatur timer kamera.

“Cheeeseeee!!!” foto bahagia itu masih terpajang di ruang keluarga. Berlatar bunga sakura di Jepang dan setelan musim semi yang ringan, mereka tampak luar biasa. Tangan Haidar merangkul bahu Alena, tampil sebagai suami sekaligus ayah yang hebat bagi anak-anaknya.

Tetapi waktu dan kenyataan telah mengubah segalanya. Mithayla datang seperti secawan madu yang memabukkan pikiran Haidar. 

Hari itu hujan turun dengan derasnya. Haidar mengemudi sambil menelepon Alena, meminta maaf karena pulang terlambat di hari perayaan pernikahan mereka yang ke tiga belas. Alena sudah mewanti-wanti suaminya agar pulang cepat. 

Tetapi hujan******itu membuat segalanya berantakan. Haidar tak sengaja menabrak seorang pejalan kaki yang melintas sembarangan. Gadis yang kemudian pingsan tepat di depan mobilnya. Haidar terpaksa membawanya ke klinik terdekat, beruntung ada satu praktek dokter umum yang masih buka. 

Kepada Haidar gadis itu mengaku sedang mencari pekerjaan sejak pagi. Haidar yang merasa bersalah kemudian menawarinya untuk menjadi karyawan di bagian administrasi, berhubung si gadis juga mengaku telah memiliki pengalaman kerja di beberapa perusahaan kecil.

Beruntung luka gadis yang memperkenalkan diri sebagai Mithayla itu tak begitu parah, Haidar bisa pulang dengan hanya memberikan uang saku yang diterima dengan mulut menganga oleh si korban tabrakan.

Haidar pun pamit setelah memesankan sebuah taksi untuk mengantar Mithayla.

“Demi para pelacur dan malam jahanam!” 

Mithayla terpekik dalam hati dan bersumpah untuk mendapatkan Haidar sejak malam itu.
Dia datang ke alamat kantor Haidar seperti menjemput perubahan nasibnya sendiri yang mendadak melihat jalan terang. Dia harus membuat siasat. Maka ketika Haidar kemudian muncul di parkiran, dia sengaja menghampirinya. 

“Terima kasih, Pak. Hari ini saya bangun pagi lebih semangat karena sudah memiliki pekerjaan.” 

Mithayla menunduk hormat, sedikit banyaknya dia pun tahu cara memikat lelaki dari pengalamannya melayani mereka.
Haidar yang merasa gadis yang kemarin ditabraknya ini memiliki sikap yang baik mulai terkesan. 

“Gadis yang santun, jika menjadi seorang ibu. Pasti dia akan membesarkannya dengan lemah lembut.” Pikir Haidar.

“Hmmm! Maaf…saya langsung ke bagian mana, ya…”

“Oh, Iya. Saya sampai lupa. Kamu langsung temui saja Pak Jonan, katakan saya yang mengirim kamu.”

Mithayla bisa melihat jeratnya mulai terpasang di hati Haidar. Tidak sia-sia dia bangun bagi dan mandi dengan sedikit ritual. Memangnya bisa tanpa hal seperti itu menjerat lelaki baik-baik agar bertekuk lutut di hadapannya.

Sepanjang hari Haidar bagai orang mabuk. Wajah Mithayla yang cantik dengan bibir menggoda hasrat lelaki membuatnya pusing.

Dia pulang cepat, mencari Alena. Istrinya yang sedang memasak kemudian terkejut mendapati Haidar tiba-tiba muncul di dapur, langsung menggendongnya ke kamar mereka.

“Ada apa, Mas Haidar. Aku lagi masak dan kamu datang tiba-tiba? Bukannya kamu harusnya pulang jam sembilanan hari ini?”

“Enggak, aku lagi kangen aja.” Haidar langsung memburu Alena. Membayangkan dirinya sedang bersama Mithayla.

Alena yang kebingungan hanya menuruti keinginan suaminya. Masakan dia tinggalkan, tadi memang dia pun sengaja pulang cepat karena hari ini dia memang memilih bekerja dari rumah, sekretarisnya yang datang membawa semua berkas yang harus ditandatangani.

Memang sejak hari itu dan hari-hari berikutnya Haidar mulai berubah. Lebih perhatian dan lebih sering menghabiskan malam indah bersama istrinya. Tetapi siapa sangka…dia tanpa sengaja terminum segelas madu beracun yang disuguhkan Mithayla di meja kantornya.

“Ini oleh-oleh dari kampung Ibu saya, Pak Haidar. Katanya biar stamina lelaki kuat bukan kepalang. Saya memberikannya kepada semua teman dekat. Termasuk Anda karena sudah menyelamatkan hidup saya…”

Haidar yang terpukau dengan penampilan Mithayla kemudian langsung meminum madu itu. Tanpa berpikir jika sesuatu sedang mengubah dirinya…

Mithayla yang tahu siasatnya berhasil segera menunggu Haidar di halte tak jauh dari kantor. Begitu melihat mobil Haidar di kejauhan, Mithayla langsung pura-pura terjerembab di sisi jalan, membuat Haidar yang mengenal Mithayla langsung berhenti di depan gadis itu.

“Ada apa, kamu kenapa?!”

“Tadi saya terkilir gara-gara jalanan berlubang di trotoar, Pak. Aduh! Sakit banget…”

“Naik, biar saya anterin pulang.”

Tetapi Mithayla tahu saat itu sudah datang, maka seakan tanpa sengaja dia menyingkap roknya di depan Haidar. Membuat napas Haidar memburu tak karuan.

“Semua lelaki memuja ini!” pikir Mithayla yang kemudian memijat-mijat kakinya yang tidak sakit.

Haidar yang kemudian tak bisa lagi menolak pesona Mithayla dan dibawah pengaruh madu yang tadi siang diminumnya langsung membawa gadis itu ke sebuah resort. 

Mithayla mengerti apa yang diinginkan Haidar. Dengan lihai karena sudah terbiasa, Mithayla tahu apa yang harus dilakukannya untuk sang CEO.

Beberapa foto kebersamaan dengan Haidar pun tersimpan apik di dalam gawai Mithayla. Dia akan menggunakan foto itu suatu saat nanti. Dirapikannya bajunya dan bersiap meninggalkan kamar itu. Haidar yang melihat Mithayla berubah jadi gadis lugu pun didera rasa bersalah.

“Maaf…saya tidak bisa menahan.”

“Sudahlah…ini hanya kecelakaan. Saya baik-baik saja.” Mithayla pura-pura menangis, Haidar menyeka bulir air matanya.

“Anggap ini permohonan maaf saya…” Haidar menyerahkan amplop tebal berisi lembaran seratus ribuan. 

Mithayla yang bisa membaca situasi menghentikan tangisnya, ini berarti akan ada lebih banyak uang lagi, pikirnya senang dalam hati.

Mithayla menolak diantar Haidar pulang dengan alasan Ibunya tak suka jika dia bersama lelaki sudah beristri. Haidar pun memesankan taksi. Dia sendiri cukup bingung karena seumur pernikahannya dia belum pernah membiarkan Alena tidur sendiri tanpa meneleponnya terlebih dahulu.

Haidar pulang pagi dan Alena terkejut mendapati kenyataan itu.

“Kamu tidur dimana, Mas. Aku cemas banget semalaman ponsel kamu gak aktif. Aku hampir lapor polisi loh, takutnya kamu dibegal orang.”

“Ketiduran di kantor, sayang…nih lihat masih pakai baju kerja kemarin. Banyak banget yang harus ditangani, makanya kuselesaikan semuanya.”

“Ya udah, sekarang istirahat dulu, aku buatin teh lemon hangat biar seger.”

Alena menyambut tas suaminya, namun merasa aneh karena penciumannya mendapati aroma yang menyesakkan dari baju suaminya. Mirip aroma farfum murahan.

Begitu Haidar selesai mandi dan berganti baju, Alena memperhatikan sekali lagi suaminya. Dia merasa ada yang aneh. Tidak biasanya suaminya senyam senyum sendiri tanpa alasan.

“Mas, kok kamu senyum-senyum gitu, ya…katanya tadi capek banget.”

“Iya, karena aku barusan menang tender. Makanya seneng, wajarkan…”

“Ya, aneh aja gitu.”

“Udah, jangan banyak mikir yang bukan-bukan. Aku baik-baik saja.”

Alena yang paham sesuatu pasti terjadi segera mencari baju Haidar semalam. Membaui sekali lagi dan benar saja, ada aroma farfum perempuan di kemeja suaminya, juga di kaos dan jas.

“Dengan siapa Mas Haidar menghabiskan malam?!” Alena curiga dan langsung menelepon orang kepercayaannya di kantor suaminya.

“Saya butuh rekaman CCTV di ruang Pak Haidar, nanti siang tolong diantar ke rumah.”[]


Bersambung...🖤

Komentar

Login untuk melihat komentar!