Bertatap Muka Langsung dengan Jalang Itu
Wanita di Dalam Rumah Dinas Suamiku  (bab 4)

-Bertatap Muka Langsung dengan Jalang Itu-

“Waalaikumussalam.” Dua detik, aku sudah ada di hadapannya.

Setelah kujawab salam kenapa ia terdiam. Wajahnya pias. Kutatap tajam matanya, menanti ia bersuara. Mas Tara muncul dari balik dinding. Mata mereka berdua bertemu.

“Eh, ada apa, ya, Mbak?” Mas Tara melangkah lebih mendekat ramah. Ah akting sekali kamu, Mas!

Aku paham, sepertinya ada yang missed, wanita ini sepertinya belum membaca pesan Mas Tara.

“Mbak, datang ke sini ada apa? Kok diem saja?” tanyaku. Tatapanku sengaja kubuat seolah menyelidik.

"Mbak, kok diam, ada tamu cari saya di kantor?" Lelaki ini seakan memberi isyarat dengan tatapan matanya kepada jalang manis ini.

Mata wanita itu mengerjap, ia tergagap sesaat. Mulai menyadari harus berakting.

“Oh, nggak, Pak. Bapak diminta untuk ke kantor sebentar. Ada surat yang harus di tanda tangani,” jawabnya kemudian.

“Jam istirahat gini masih diminta tanda tangan-tanda tangan juga? Bukannya jam istirahat harusnya nggak boleh diganggu? Dia karyawan kamu, Mas?” 

“Ehhmm, iya. Dia staff tambahan. Baru direkrut. Sepertinya berkas penting, Dek. Nggak apa-apa sudah biasa jam istirahat begini Mas masih dapat panggilan. Maaf ya kamu jadi keganggu."

Aku nggak yakin wanita ini pegawai kantornya Mas Betara
 Pasti karena situasinya sedang terjebak. Mereka bersandiwara.

“Iya, itu berkasnya mau dibawa pegawai yang berangkat dinas keluar, takut ketinggalan pesawat, Bu,” jelas jalang ini kemudian.

“Kalau gitu, kenapa berkasnya nggak dibawa ke sini, justru Bapak yang disuruh ke sana, Mbak?”

Hmm, aku mau dengar apa jawabnya?

“Ya … ya karena … kadang Bapak koreksi ulang lagi sebwlum di tanda tangan, jadi kalau ada yang salah bisa di revisi dan print ulang, kalau salahnya berkali-kali kan lebih hemat waktu kalau Bapak yang datang ke kantor, Bu.”

Punya nyali juga wanita ini. Dalam situasi genting, nalarnya masih berjalan baik. Tapi aku akan lihat, sepintar apa kamu sebenarnya? Selihai apa kamu bisa bersandiwara di belakangku. Kuikuti sejauh apa kalian bermain! Percuma juga lekas melabrak mereka, toh perzinahan sudah terlanjur terjadi!

“Yasudah! Nama kamu siapa?” Jujur kata-kataku ini kasar, jika kulakukan pada karyawan kantor Mas Tara sungguhan. Tapi karena saat ini aku tahu jelas-jelas siapa wanita yang kuhadapi. Agar dia paham, sedang berhadapan dengan wanita seperti apa dia.

“Ratih.”

Ratih? Bukannya Nona? Pake berbohong! Kalau kuminta KTP-nya saat ini bisa uabis dia! 

Tapi wajar dia berbohong, bukannya sedari tadi dia sudah berbohong! Dia akan terus berkelit demi menyelamatkan dirinya dari kecurigaanku. Dia tak akan semena-mena di kota ini, karena mata pencaharian, juga mungkin keluarga besarnya ada di sini.

“Dek, kamu istirahat dulu, ya. Mas ke kantor sebentar. Memang hari ini jadwal kantor lagi padat. Nanti sebentar Mas balik lagi ke sini. Ratih, kamu duluan saja ke kantor, saya nyusul.”

Mas Tara mencegah terjadi interaksi lebih jauh selanjutnya. Gegas ia memakai sendal jepit mengikuti wanita ular yang sudah coba-coba bermain denganku itu.

***Ajt.

Malam hari, Mas Tara mengajakku dinner di sebuah restaurant. Kelihatannya ia berusaha menyenangkan hatiku saat di sini. Tapi aku bisa melihat ada keruwetan tersembunyi yang ia simpan dari balik wajahnya yang selalu berusaha tersenyum manis, memanjakanku.

“Dek, Nanti sore, Mas ada dinas ke luar kota. Dua hari, jadi kamu di rumah sendirian dulu nggak apa-apa, ya?” ucap lelaki berambut ikal ini.

“Mas, mau dinas kok dadakan, sih? Biasanya beberapa hari sebelumnya persiapannya 'kan?” Aku protes. Jujur aku jadi tak bisa menyelidiki lebih jauh aksinya dengan wanita sok lugu itu.

“Iya, ini ada dinas dadakan, Dek. Mas juga males sebenarnya. Diajak meeting dengan bos kantor pusat di Bali. Instruksinua baru tadi siang.”

“Lucu, Mas. Dadakan begini, meeting kepala cabang kan biasanya beberapa hari sudah dipersiapkan. Buat apa aku ke sini, nyamperin Mas malah ditinggal dua hari, Mas. Jauh-jauh cuma buat ditinggal lagi-ditinggal lagi!”

“Ya bukan begitu, ini kan karena pekerjaan. Meeting luar biasa, Dek. Nanti deh Mas luangkan waktu, khusus untuk keluarga kecil kita. Sekarang memang sedang padet-padetnya pekerjaan kantor. Sedang ada pengembangan besar-besaran bank kita. Kalau nanti kantor makin maju, fasilitas makin enak, tunjangan makin besar lo, Dek.”

“Yaudah kalau gitu aku ikut aja, Mas. Bali kan bagus untuk plesiran. Sekalian aku mau liburan sambil nungguin Mas kerja.”

Mas Tara tercekat mendengar perkataanku. Pastinya kamu takut Mas kalau yanf kamu lakukan ini sebenarnya bukan soal pekerjaan. 

“Sabar aja dululah, Dek. Jangan habisin banyak tiket. Sayang uangnya. Kan untuk ditabung, untuk pendidikan anak kita nanti, Dek.”

Hmm, pinter sekali kamu, Mas. Maniscsekali ucapanmu. Giliran kamu selingkuh aja apa kamu mikir sejauh ini. Menurut kamu selimgkuh nggak pake biaya! Entah sudah berapa banyak uang kamu habis untuk membelanjakan dia? Wanita yang mungkin sudah kamu nikahi, entah syah atau tidak. Akan kukuak semuanya, aku masih harus mencari tahu siapa wanita bernama nona ini. Setelah yakin tahu siapa dia, aku bisa leluasa melabraknya sampai ia tak akan bisa mengelak dariku.

“Ya, sesekali aja 'kan Mas. Lagian beli tiket juga pake uangku sendiri. Uang tabungan kita tak sekalipun aku kutik-kutik. Meskipun aku diam di rumah, aku juga punya penghasilan, Mas. Kamu pikir laranganmu biar nggak kerja kantoran bikin aku mati kutu? Ya tetap menghasilkan 'lah, kali-kali kamu tinggalin aku!”

“Hei ladies, ngomong apa si kamu? Ya pinter kamunya, bisasa jaga anak di rumah, sekaligus menghasilkan. Tapi tolong ngertiin Mas ‘lah. Kalau kita mau ke Bali nggak apa-apa deh. Nanti Mas luangin waktu untuk kita berdua. Tapi kalau bawa kamu sambil Mas di sana kerja. Rasanya malah nggak tenang masnya. Kamu pasti pergi-pergi sendiri, nggak ada yang nemenin."

“Hadeh. Terserah kamu aja, Mas. Tapi pastiin ya kamu di sana memang buat kerja. Bukan buat macem-macem!” Lagi kutantang lelaki yang sudah delapan tahun menikahiku itu.

Ia menatapku, mengernyitkan alisnya.

“Macem-macem gimana, sih, Dek?”

“Ya macem-macem itu bisa main gila, selingkuh, misalnya.” Aku melotot menatap tajam matanya. Jujur dalam hati menahan geram yang sejak siang begitu teramat sanvat kutahan.


“Ya Allah, Dek. Buat apa macem-macem? Mas sudah tua juga. Punya istri satu aja sulit bisa sama-sama. Nafkahinnya sampe cari rejeki jauh-jauh gini. Kok mau cari perkara.”

Haduhhh, manis banget, Mas. Kamu lelaki yang paling romantis yang aku kenal. Selama ini aku memang sangat terbuai dengan segala kasih sayang dan keromantisanmu. 

Tapi sejak siang tadi, semua sudut pandangku berubah soal kamu, Mas! Lelaki yang nggak bisa menjaga kesetiaannya pada istri, yang bahkan membersamainya bertahun-tahun dari tak punya apa-apa, begitu sedikit berpangkat, kamu bukannya makin membahagiakan orang-orang yang sudah lelah-lelah berjuang untukmu, anak-anakmu, justru kamu enak-enak dengan perempuan baru! 

 Ini sangat sadis, Mas. Terbayang bagaimana segala perjuanganku dulu.

“Yang bener? Yakali aja kan butuh kehangatan yang lebih dekat. Aku kan jauh. Tapi salah Mas sendiri juga, Mas selalu nolak kalau aku meminta untuk ikut pindah tinggal satu kota sama Mas.”

“Ya janganlah, kualitas pendidikan dan fasilitas di sini nggak memadai, Dek, bagusan di Jakarta. Kita harus mengalah demi masa depan anak-anak. Sebagai orang tua kita harus bertanggung jawab dengan baik apapun kondisinya. Mereka harus mendapatkan fasilitas hidup dan pendidikan yang terbaik. Biar Mas di sini sabar jauh dari kamu dan anak-anak. Suatu saat kita akan berkumpul lagi, ya 'kan?" Jelasnya panjang lebar sembari menggenggam jemariku. Hah! Rasanya ingin melepas kuat-kuat genggamannya.

Muka dua sekali kamu, Mas! bijak sekali jawaban-jawabanmu, padahal kamu bahkan sudah menikah dengan wanita lain! Tahukah kamu hatiku teramat sakit mengetahui kenyataan ini. Semua coba kupendam, kuikuti caramu, aku mau tahu akan sejauh apa kamu berakting!

***Ajt.

Sorenya, Mas Tara benar-benar pergi meninggalkan aku sendiri di rumah dinasnya. 
Tapi aku tak sebodoh itu. Semalam aku sudah pesan tiket untuk menyusulnya. Aku sudah terlanjur bertekad untuk membongkar semua perselingkuhannya, jadi pantang bagiku setengah-setengah melakukannya.

Sesampainya di bandara Ngurah Rai, aku berpura-pura bertanya khabar Mas Betara, apakah dia sudah sampai hotel dan sebagainya.

Mengambil salah satu kamar hotel di lantai yang sama. Aku akan leluasa mengawasi gerak geriknya. Kemana-mana, masker selalu kupakai.

Pagi harinya aku sudah melihat Mas Tara sarapan bersama gundik itu. Duduk di meja paling ujung restaurant hotel ini.

“Breng*ek kamu, Mas! Kamu bilang urusan kerja. Kerja apa? Mengerjai wanita dalam hotel? 

Aku berhasil memotretnya saat mereka berdua sama-sama memasuki kamar hotel. Sejak sarapan hingga siang hari, aku tak sama sekali melihat mereka kelaur kamar. Jadi ini yang namanya kegiatan kantor, meeting bersama bosnya!

Aku bisa saja melabrakmu saat ini, di depan kamar hotel, Mas. Cuma akan amat sangat sayang, aku harus mengurus semua surat-surat rumah dan beberapa aset agar berubah menjadi namaku. Dan semakin banyak bukti yang aku kumpulkan, akan semakin bagus, semakin melemahkanmu untuk bisa menguasai anak-anakku dan juga harta bersama selama pernikahan.

Walaupun pengadilan akan membaginya, semakin banyak kesalahannya dalam rumah tangga, semakin sedikit bagian yang ia peroleh. Kupastikan, perceraianku nanti akan bisa membuatnya menderita! Kamu memang ayah dari anak-anakku, Mas. Tapi kesalahanmu, penkghianatanmu, tak akan termaafkan bagiku.

Siang hari, seorang penghuni lelaki di sebelah kamarnya cek out hotel. Kesempatan itu aku manfaatkan untuk pindah kamar di sebelah mereka. Tak apa. Aku telah siap dengan kemungkinan buruk yang terjadi. Hanya saja justru kalau aku tak menyaksikan dan mendengarkan kebejatan mereka sendiri, akan jadi fakta tanpa bukti dan saksi yang akan melemahkan gugatan perceraianku nanti. Aku akan banyak jadi saksi untuk perselingkuhan kalian dariku. 

Benar saja. Meski kecil, dari kamar ini, aku bisa mendengar jeritan dan lenguhan mereka yang kupastikan terekam jelas pada gawaiku. Hal sekecil apapun, akan kujadikan bukti, Mas!

Jadi sekarang sudah jelas, wanita yang berchating ria denganku malam itu, yang dari profil whatsappnya bernama Nona, adalah wanita yang menjumpaiku di rumah dinas, yang bergelendot manja di ruang kantor itu. Yang juga adalah wanita yang saat ini sedang berada satu kamar hotel dengan suamiku!

Ada pesan WA masuk, dari Mbak Gendis. Kakak Mas Tara yang sampai saat ini belum menikah.

[Buka kamar kamu, Vel. Mbak di depan pintu kamarmu. Mbak mau ajak kamu ngegerebek Tara sama lacur itu.]

Oh my God!


Next?
Yuk bantu Subscribe cerita ini dulu biar notifnya ngingetin sy terus utk up lbh cepet.😊😘

Komentar

Login untuk melihat komentar!