Jatah Ibuku dan Mertuaku.
("Mbak, untuk bulan ini saja, kirim uang lima juta kerekening ibu, soalnya ibu sedang sakit")
Itu pesan yang dikirim Mitha adikku satu-satunya.
Aku terkejut membaca pesan tersebut, Mitha meminta dikirim lima juta untuk bulan ini?
Bukankah biasanya mas Ferdy memang mengirim uang segitu, untuk ibuku yang berada dikampung?
Tapi kenapa Mitha kirim pesan seperti itu?
Ting.
Sebuah pesan masuk lagi keponselku
("Sebenarnya uang yang mbak kirim untuk ibu, tidak pernah cukup, jaman sekarang lima ratus ribu bisa beli apa mbak?) sambung Mitha melalui chat berlogo hijau tersebut.
Aku semakin terkejut mendengar kenyataan ini, jadi selama ini mas Ferdy memanipulasi uang jatah untuk ibuku, jika ia hanya mengirim lima ratus ribu kerekening ibuku, lalu sisanya kemana?
Padahal aku dan mas Ferdy sudah membuat perjanjian untuk bersikap adil terhadap ibuku dan mamanya, jika ibuku mendapat lima juta, otomatis mamanya mas Ferdy juga dapat lima juta. Karena akulah yang memberi jatah untuk mereka.
Bukannya menyombongkan diri, tapi gajiku sebagai Designer hotel ternama memang besar, sebulan aku bisa menghasilkan uang berkisaran dua puluh lima juta, dan tidak ada salahnya kan aku berbagi pada ibu dan mertuaku?
Karena Gaji mas Ferdy tidak bisa diharapkan, hanya tiga juta, bukan bermaksud merendahkannya, mas Ferdy bekerja dibidang jasa sebagai antar jemput barang.
Saat diriku dilanda kebingungan tiba-tiba ponselku berdering.
Dari Kania, untuk apa dia menghubungiku?
Segera saja aku mengangkatnya.
"Ya Kania, ada apa?" tanyaku langsung begitu menjawab panggilan darinya.
("Rahma, apa kamu tahu, jika suamimu saat ini berada di showroom, sepertinya dia berniat membeli mobil untuk ibunya") ujar Kania dari seberang sana, membuatku semakin terkejut.
Dari mana mas Ferdy uang sebanyak itu, gajinya saja cuma tiga juta, itupun belum dipotong uang bensin dan makannya sehari-hari?
"Kania, coba kamu dekati mereka, Aku ingin mendengar pembicaraan mereka" ujarku yang langsung di setujuinya.
Tak perlu menunggu lama, akhirnya aku bisa mendengar pembincangan suamiku dengan mamanya.
("Akhirnya keinginan ibu tercapai juga ya Nak, bisa membeli mobil baru, tidak sia-sia ibu mengajarimu, untuk mengambil jatah uang ibu mertuamu") terdengar suara ibu mertuaku yang berbicara.
("Iya mas, dengan begini, Sonia bisa pamer ketaman sekolah Sonia, semoga saja kakak iparku yang bod*h itu tidak menyadarinya")
("Kalian tenang saja, Rahma tidak akan pernah mengetahuinya, lagipula aku sudah meyakinkan ibu mertuaku, jika Rahma sudah tidak bekerja lagi, makanya jatah kirimannya aku potong menjadi lima ratus ribu, dan bodo*nya mereka percaya begitu saja") ujar mas Ferdy sambil tertawa lepas.
Kurang ajar, beraninya mereka melakukan hal itu dibelakangku, dan sayangnya, Aku baru menyadarinya setelah delapan belas bulan menikah dengannya.
Lalu ucapan mereka terhenti kala seorang pegawai menghampiri mereka.
Mas Ferdy membayar DP mobil sebesar seratus juta, dan ia harus membayar cicilan mobil sebesar empat juta setiap bulannya.
("Akhirnya mobil ini menjadi milik ibu") terdengar suara ibu mertuaku bersorak kesenangan.
("Untung cicilannya cuma empat juta sebulan ya Ma, masih tersisa lima ratus ribu untuk pegangan Ferdy")
("Kamu harus pintar-pintar memanfaatkan Rahma, bila perlu minta tambahan jatah untuk ibunya, kan mama pingin juga shopping ke mall, apalagi setelah ada mobil ini, mau kemana-mana jadi gampang") ujar mertuaku, membuatku semakin kesal.
Teganya mereka ambil jatah ibuku, demi memenuhi kepuasan mereka.
Lihat saja mas, mertuaku tersayang, mulai bulan ini jatah untuk ibuku, akan aku transfer langsung, dan seperti katamu mas, Aku akan mengabulkan ucapanmu pada ibuku, jika aku sudah berhenti bekerja, Aku ingin lihat, bagaimana caramu membayar cicilan mobil itu, setelah aku tidak memiliki penghasilan lagi.