Rumah Terjual
Jatah Ibuku Dan Mertua.

Bab 4

"Mobil mas?" ujarku dari sambungan telepon.

Sontak nada suara mas Ferdy langsung berubah gugup, dan ia langsung memutuskan hubungan secara sepihak.

Sepertinya aku harus bicara jujur pada ibu dan adikku,  agar mereka mengetahui kebusukan mas Ferdy.

"Sayang, dengan siapa kamu berbicara?" ibuku yang tiba-tiba muncul, langsung mengajukan pertanyaan kepadaku.

"Bu, sebenarnya Rahma kesini ingin memastikan sesuatu" ujarku sambil menatap beliau, yang terlihat bingung.

"Memastikan apa?" ujarnya dengan lirih.

Aku segera mengajak ibuku, untuk duduk dikursi yang tersedia di ruangan ini. 

"Bu, apa benar, selama ini ibu hanya mendapat kiriman senilai lima ratus ribu?" tanyaku dengan hati-hati.

Mendapat pertanyaan seperti itu, wajah ibuku mendadak cemas.

"Apa kamu keberatan, suamimu mengirimi ibu uang?" ujarnya membuatku tercengang.

"Bu, bukan seperti itu, Rahma hanya ingin tahu, sejak kapan ibu mendapat kiriman lima ratus ribu, apa uang itu cukup memenuhi kebutuhan ibu sehari-hari, selama sebulan?" ujarku membuat ibuku mengangkat pandangannya kearahku.

"Sejak kamu menikah dengan Ferdy" ujarnya membuatku semakin terkejut.

Ternyata benar, mas Ferdy menikahiku, karena ingin memanfaatkanku.

"Lalu, kenapa ibu tidak mengajukan protes padaku, kenapa ibu tidak memberitahuku?"

"Ibu tidak mau membebankan putri ibu, karena Ferdy bilang, kamu sudah berhenti bekerja, jadi ibu tidak boleh berharap banyak"

"Ya ampun bu, semua yang dikatakan mas Ferdy bohong, Rahma sama sekali tidak berhenti bekerja, justru pekerjaan Rahma semakin bagus, dan uang yang Rahma kirim ke ibu, bukan bernilai lima ratus ribu, tapi lima juta bu" ujarku membuat ibu terkejut

"Kamu tidak berbohong kan nak?" ujarnya yang masih belum percaya.

"Untuk apa Rahma berbohong pada ibu, jusru mas Ferdy yang tega membohongi ibu, dengan mengurangi jatah bulanan ibu"

Ibu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, lalu beliau memangis tersedu-sedu.

"Ibu pikir, kamu sudah tidak mempedulikan ibu lagi"

"Maafkan Rahma bu, kenapa Rahma begitu mudah mempercayai mas Ferdy, padahal sudah sering ia melakukannya" ucapku yang kini ikutan menangis.

"Sudahlah Nak, anggap saja ini teguran untukmu, karena Allah hanya memberi cobaan pada hamba yang disayanginya" ujarnya terdengar bijak.

Aku dan ibu pun saling berpelukan, dalam hati aku berjanji, mulai saat ini, aku akan lebih mengutamakan kepentingan ibuku, karena dia segalanya bagiku.

💞💞💞💞💞

Pov Ferdy.

Aku merasa gusar setelah mendengar pernyataan Rahma, jika dirinya sudah berhenti dari pekerjaanya.

Dari mana aku membayar cicilan mobil, jika dirinya sudah dipecat?
Itu artinya aku tidak akan mendapat jatah bulanan ibunya. Padahal aku sudah memutuskan berhenti bekerja, setelah menikahinya.

Dihadapan Rahma, aku selalu berpura-pura pergi kerja, tiap pagi dari hari Senin sampai Sabtu. Padahal aku pergi kerumah orang tuaku, menghabiskan waktu sampai jam dua siang disana.

"Ada apa denganmu, kenapa wajahmu ditekuk seperti itu?" tanya wanita yang telah melahirkanku.

"Rahma bu, dia sudah tidak bekerja lagi" ujarku membuat ibu membulatkan kedua matanya dengan sempurna.

"Bagaimana bisa, jika dia tidak bekerja, ibu tidak dapat mengikuti arisan!"

"Itulah sebabnya Ferdy kesal bu, jika seperti ini, percuma dong Ferdy menikahinya, gadis yang berasal dari kampung!" ujarku meluapkan kekesalanku.

"Seharusnya kamu jangan memarahinya, tapi bujuk dia, untuk mencari pekerjaan lain, yang terpenting dia menjadi ATM berjalan kita, ibu nggak mau kalau sampai mobil itu ditarik, ingat Ferdy, jika sampai itu terjadi, ibu tidak akan memaafkanmu. Cepat susul dia!" titah ibuku.

Aku hanya mampu berdecak kesal, kenapa Rahma harus dipecat saat aku sudah merasakan keenakan dan hidup tenang, apa dia tidak bersyukur dilamar pria kota sepertiku, aku ini tampan, bahkan banyak gadis yang mengharapkanku menjadi pasangannya, dasar Rahma saja yang tidak tahu diri.

Benar kata ibuku, aku harus membujuk Rahma untuk kembali bekerja, lalu memintanya untuk memberikan seluruh gajinya padaku, dengan begitu aku tidak perlu susah bekerja. Kan sudah ada istri yang mencari uang.

Hingga tiba-tiba ponselku berdering, kenapa bibi Dar menghubungiku, apa Rahma telah kembali atau rumah...

Daripada aku menebak apa yang terjadi, sebaiknya aku angkat saja telepon darinya.

"Halo bik, ada apa?" ucapku begitu menerima panggilannya.

("Halo pak, sebaiknya bapak segera pulang kerumah, karena seluruh barang milik bapak dikeluarkan, rumah ini sudah laku terjual dan akan ditempati!") lapor bibi Dar membuatku terkejut.

Jadi Rahma benar-benar menjual rumah itu, jika benar berarti ia memiliki banyak uang saat ini, benar kata ibu, aku harus mencari keberadaannya, lalu meminta uang penjualan rumah dibagi, enak saja dia mau menikmatinya sendiri, aku inikan masih suaminya.