Kata Pengantar
Apabila kita memperhatikan apa yang kita dengar, di televisi, di radio, apa yang kita dengar dari percakapan sehari-hari, maupun yang ada di media sosial, kita akan mendapati banyak istilah-istilah asing yang tidak kita kenal. Contohnya sebagian adalah pra, pasca, dress code, guys dan masih banyak lagi. Semua ini didapat dari banyak sumber, salah satunya, menurut hemat penulis adalah dari pergaulan dari luar negeri ke dalam negeri, dan sebaliknya. Sebenarnya tidak ada hukuman atau Undang-Undang yang menghukum, apabila seseorang menggunakan istilah-istilah asing ke dalam percakapan atau tulisannya. Akan tetapi, apabila hal ini berkelanjutan, tidak mustahil bahwa Bahasa Indonesia akan mengikuti bahasa-bahasa lain yang punah. Tentu hal ini tidak kita inginkan, tetapi hal ini sulit dilakukan. Dan juga kurangnya perhatian kita untuk memperhatikan bahasa ibu kita. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena orang beranggapan apabila menggunakan istilah atau bahasa asing, berarti orang tersebut lebih pandai, lebih bergengsi daripada menggunakan istilah atau kosa kata Bahasa Indonesia. Diawali dari kegemaran memakai istilah asing, membuat orang nyaman memakainya. Bahkan, orang yang tidak memakai istilah asing dianggap orang kuno, tidak gaul. Hal ini pernah dipersoalkan pada pemakaian istilah-istilah asing pada nama-nama usaha atau toko. Banyak orang yang keberatan, ketika pemerintah mewajibkan penggunaan Bahasa Indonesia untuk nama perusahaan atau usaha kecil dan menengah (UMKM). Karena sebutannya menjadi janggal terdengar. Tidak ada yang salah dengan kejanggalan ini, karena istilah-istilah atau nama-nama tersebut telah lazim terdengar dan mempunyai makna khusus dari istilah asing tersebut. Sehingga, apabila diubah menjadi Bahasa Indonesia, namanya justru terdengar aneh. Maka, setelah "dipaksakan", akhirnya pemerintah mengizinkan kembali pemakaian bahasa asing untuk nama usaha. Sebenarnya, akar dari semua ini adalah soal kebanggaan. Apabila seseorang bangga memakai sesuatu, misalnya pakaian, maka ia akan memakainya sesering mungkin. Bahkan akan memamerkannya pada teman-temannya, menceritakannya pada sahabat dan saudaranya, bahkan menyarankan mereka juga ikut memakainya. Sama halnya dengan bahasa yang dipakai. Apabila seseorang bangga dengan suatu bahasa, ia akan cenderung memakainya. Ia merasa nyaman dan bahagia memakainya. Maka, apabila kita masih ingin mempertahankan atau memelihara Bahasa Indonesia, pertama-tama kita harus bangga dengan Bahasa Indonesia. Dengan bangga pada Bahasa Indonesia, kita menjadi gemar berbahasa Indonesia. Dengan gemar berbahasa Indonesia, diharapkan, kita akan mencintai dan bangga dengan Bahasa Indonesia. Sehingga, ini akan menjadi rantai pemulihan Bahasa Indonesia. Hal ini tentu harus ditunjang oleh segala hal yang baik tentang Indonesia. Semakin harum nama Indonesia, semakin melahirkan kebanggaan pada Indonesia. Semakin bangga pada Indonesia, semakin kita ingin tahu segala sesuatu tentang Indonesia. Semakin ingin tahu tentang Indonesia, semakin kita mencintai apapun yang berbau Indonesia. Semakin kita mencintai apa-apa yang berbau Indonesia, semakin gemar kita memakai, mendengar budaya Indonesia. Dan ini membuat kita senang dan bersemangat membangun Indonesia. Cobalah memulai dari hal-hal kecil, seperti menjaga kebersihan lingkungan, berlatih tarian daerah, berlatih budaya daerah seperti bahasa daerah, musik daerah seperti gamelan dan lain sebagainya. Ingat, kalau kita tidak merawat budayakita sendiri, maka bangsa lain akan mengambil budaya kita dan menganggapnya sebagai budaya mereka. Beberapa orang asing kini mulai menggemari budaya Indonesia, baik tari-tarian maupun musik gamelan. Mari kita rawat kembali budaya kita, budaya Indonesia. Agar bahasa dan kekayaan budaya bangsa tetap terpelihara menjadi milik kita.
Buku ini akan mengumpulkan kosa kata Bahasa Indonesia yang hilang. Pakailah kosa kata yang hilang ini dalam pergaulan hidup sehari-hari. Semoga sumbangsih ini akan menolong pulihnya kedigdayaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.