Andre tak selalu ada di toko. Kabarnya dia juga memgawasi toko Rose Emerald yang ada di mall lain di Jabodetabek. Selain di Jakarta cabang Rose Emerald juga tersebar di seluruh kota-kota besar se-Indonesia. Total ada lima belas cabang dengan omset perbulan yang sangat besar. Andre dan keluarganya sangat kaya.
Tapi ia akan datang ke toko di Mall Anggrek ini setiap pagi atau menjelang siang lalu muncul lagi di malam hari ketika toko akan tutup.
"Dulu Mas Andre lebih jarang datang, sejak ada kamu jadi muncul setiao hari," ujar Mbak Lina. Sikap Mbak Lina mulai lebih lunak kepadaku. Mungkin karena mulai terbiasa bersama.
Andre jelas beruntung. Terlahir sebagai anak orang kaya tak menjadikannya sombong dan malas. Ia tampak sebagai laki-laki idaman. Dan yang penting ia jelas bertanggungjawab. Aku jadi membandingman sosok Andre dengan Mas Jol.
Mungkin Mak Nah benar, aku bodoh, mudah termakan bualan Mas Jol.
Tapi sudah terjadi, bagaimana lagi. Sekarang yang menjadi prioritasku adalah Sashi.
Pagi ini Andre di toko lebih lama. Dari pagi hingga jam makan siang. Ia betah sekali berada dekat-dekat denganku.
"Kamu asal dari mana?" Tanyanya.
"Keluarga di Tangerang." Jawanku jujur. Rumah orang tuaku memang di Tangerang.
"Pulang pergi ke Tangerang? Jauh dong."
"Enggak kok. Saya kos di Jakarta."
"Tinggal sendiri?"
Aduh, kenapa Andre seperti ingin tahu banyak hal tentang aku.
"Enggak. Ada teman."
"Nora tinggal dengan keponakannya," Mbak Lina yang menjawab cepat.
"Oh. Kamu merawat keponakanmu? Baik hati sekali."
Ya ampun aku semakin merasa berdosa. Aku ingin berkata jujur kalau Sashi adalah anakku. Bukan keponakan. Tapi aku akhirnya mengangguk.
Pukul dua belas siang, Andre mengajakku makan di food court berdua. Mbak Lina tentu saja protes. Tapi Andre berkata dengan halus.
Kamu nanti kita bawakan makanan deh. Mau apa?
Mbak Lina malah lalu memesan banyak sekali makanan yang jelas tak akan bisa ia habiskan. Ia sengaja ngerjain Andre, memanfaatkan kebaikan lelaki itu.
Aku tak nyaman berjalan berdua dengan Andre. Tapi dia terlihat sangat santai. Kami lalu duduk di gerai makanan Jepang. Aku belum pernah masuk ke gerai ini juga bingung memilih menu-menunya.
"Kamu mau makan apa?"
Aku melihat daftar harga. Ini makanan mahal apa rasanya sangat enak? Dulu sebelum menikah sesekali aku akan jalan bersama teman atau keluarga. Makan-makan meski nggak di resto mahal juga.
"Kamu saja yang pilihkan saya nggak tahu yang enak. Nggak biasa makan makanan Jepang juga."
Andre lalu memilihkan sesuatu. Entah apa namanya aku nggak ingat.
Yang lalu datang adalah makanan serupa sup dalam mangkuk besar dengan mie kenyal yang rasanya hambar. Tidak enak tapi mahal nauzubillah.
"Makan yang banyak biar nggak kurus kayak gini."
Mak Nah juga bilang aku makin kurus.
"Apa kamu sering mengajak pegawaimu makan siang berdua?" Aku bertanya penasaran. Karakter bos yang aku tahu itu tak seperti Andre. Bos harus bersikap serupa bos agar bawahannya segan dan tak banyak tingkah. Andre bos yang terlalu baik.
"Tidak. Baru kamu."
Jawaban itu membuatku berdebar. Kenapa baru aku yang diajak makan siang berdua?
"Bohong."
Andre menatapku serius.
"Aku tak berbohong."
"Kenapa?"
Andre tak menjawab, tapi mengambil sumpit dan melanjutkan makannya. Sumpit ini bikin repot, aku makan perlahan sekali karena mie yang terus saja tergelincir dari sumpitku. Hingga ketika Andre tak melihat, kudekatkan mangkuk itu ke mulut dan aku makan cepat.
"Kamu lapar banget ya?"
Oo my god! Ternyata Andre memperhatikanku.
"Aku nggak bisa pakai sumpit," aku berkata jujur.
Andre lalu memanggil seorang pelayan dan meminta dibawakan sendok.
"Kenapa nggak bilang dari tadi?"
Dan membiarkanku terlihat kampungan? Meski, memang aku kampungan sih.
Selesai makan, Andre masih terlihat santai. Membayar makanan kami, lalu membelikanku ice cream di gerai lain, juga mengajakku bicara santai layaknya teman. Andre bercerita tentang keluarganya. Keluarga yang terdengar bahagia. Andre anak pertama, ia punya dua orang adik yang masih kuliah di luar negeri. Di Singapura dan di Inggris. Lalu kalimat terakhirnya bikin aku berkerut dan cemas.
"Kapan-kapan kamu ke rumah ya. Aku kenalin sama Mama dan Papa."
Untuk apa aku ke rumah bos dan bertemu dengan big bos? Aku ini cuma kasir... baru kerja beberapa hari.
"Mbak Lina juga ikut?" tanyaku akhirnya berharap Andre mengangguk.
"Nggak usah! Lina sudah pernah bertemu Mama dan Papa. Dulu ketika keduanya sehat, mereka sering ke toko. Sekarang semua urusan sudah akubyang tangani. Tentu saja dibantu pegawai dan staff lain."
Selain toko, Rose Emerald juga punya kantor utama yang terletak di kawasan bisnis Sudirman. Kabarnya di sana, pegawainya banyak. Andre benar-benar konglomerat.