Dibutuhkan kasir toko. Syarat, gadis, belum menikah, jujur, berpenampilan menarik, siap bekerja keras, ramah, dan mampu kerja shift. Gaji 3 juta perbulan, uang makan siang, uang transportasi, bonus akhir tahun, boleh libur sehari dalam seminggu.
Aku membaca iklan di koran itu dengan semangat. Ini benar-benar yang aku butuhkan. Tapi, aku baca ulang. Sial! Diskriminasi banget. Kenapa harus gadis single? Ini cari pegawai atau cari calon istri?
Memang mama-mama muda kayak aku nggak bisa duduk di bagian kasir? Memang hanya gadis yang bisa menarik pembeli? Aku juga bisa. Meski emak-emak, aku juga bisa jadi cantik. Bisa berpenampilan menarik.
Bodo amat dengan syarat kampret ini. Aku butuh kerjaan. Dan lowongan ini menjanjikan fasilitas menarik. Gaji tiga juta akan cukup buat bayar kontrakan, buat makan aku dan Sashi, putriku, juga bayar Mak Inah untuk jaga Sashi selama aku bekerja. Masih ada uang makan, uang transport dan bonus akhir tahun, juga jatah libur.
Kugulung koran, aku harus melamar. Aku menuju tempat yang disebutkan di koran. Mall anggrek, lantai 4, toko kosmetik Rose Emerald.
Sebelumnya aku ke atm terlebih dahulu. Mengecek jumlah saldo. Berharap Mas Jol, dimana pun ia berada, mengirimkan uang. Tapi angka-angka di layar atm tak berubah. Tiga ratus ribu rupiah. Semakin kritis. Aku tarik seratus ribu. Selembar yang sangat berharga itu aku selipkan di dompet. Nanti aku perlu beli beras, telur juga mie instan. Menu hemat untuk kami. Kuhela napas berat.
Aku menelepon suamiku. Tak ada nada sambung. Mas Jol suamiku masih belum bisa kuhubungi. Bahkan keluarganya pun tak tahu ia kemana.
"Kemana kamu, Mas? Apa kamu baik-baik saja? Tolonglah cepat pulang!"
Mas Jol bekerja sebagai supir bus antar kota. Sering pergi-pergi. Tapi ini sudah lima bulan. Seorang temannya sesama supir yang kutemui di loket terminal malah bilang, Mas Jol punya perempuan lain. Fitnah banget!
Nggak mungkinlah! Mas Jol itu suamiku. Tak mungkin mencurangiku dengan wanita lain. Tak boleh! Dia harus setia. Dia sudah janji ketika melamarku dulu.
Aku ini kembang kota. Cantik. Menarik. Banyak laki-laki berebut ingin menikahiku. Tapi aku memilih Mas Jol. Kenapa? Karena dia dengan segala rayuannya mampu membuatku berdebar. Mas Jol manis sekali bila berkata-kata. Dia bisa membuatku merasa sebagai ratunya.
Meski keluargaku malah menganggapku bodoh.
"Jol itu miskin, jelek, yang dia punya cuma gombalan," ujar ibuku ketus. Aku sakit hati.
"Kamu bisa dapat yang lebih kaya dari Jol," ujar ayahku.
"Aku enggak matre, Ayah. Uang bukan segala-galanya," jawabku cepat pada ayah.
"Pokoknya aku mau kawin sama Mas Jol. Ibu dan ayah hanya perlu memberi restu dan doakan aku bahagia."
Dan menikahlah aku dengan Mas Jol. Ayah dan ibu yang terpaksa memberiku restu. Daripada aku kawin lari.
Kuhentikan pikiranku tentang, Mas Jol. Aku harus dapat pekerjaan ini. Cepat aku menaiki lift ke lantai empat untuk lalu berjalan mencari toko yang diseburkan di iklan tadi.
Aku berdiri di depan toko kosmetik dengan papan nama besar di bagian atas pintu 'Rose Emerald'. Toko yang keren dengan etalase dan rak-rak kaya memajang aneka kosmetik.
Aku melihat pantulan tubuhku di cermin. Dekil. Aku harus dandan sedikit. Kugerai rambut, kucari lipstik di tas, kumerahkan bibir, ketepuk-tepuk bedak murahanku dan aku berjalan masuk.
"Selamat siang, saya ingin melamar menjadi kasir."
Sosok itu menatapku. Matanya membesar. Ia diam.
"Masih ada lowongan ya?" Tanyaku lagi.
Ia seperti tersadar.
"Tentu saja."
Sudah kubilang, aku cantik, menarik dan percaya diri. Mereka tak bisa menolakku. Tak boleh. Laki-laki yamg menerimaku ini terlihat tampan dengan poatur tinggi. Kulitnya putih dengan alis mata tebal dan hidung mancung.
"Kamu memenuhi semua syarat yang kami minta?"
Aku mengangguk cepat. Tak boleh terlihat ragu. Maafkan Mama, Shahi, anakku. Ini demi kita dapat uang.
"Umur?"
"25 tahun."
"Pernah jadi kasir?"
"Kami buuh kamu bekerja secepatnya."
"Saya diterima?" Semudah ini?
"Sudah satu minggu kami tak punya kasir. Saya sampai harus bekerja sendiri. Repot banget. Kamu mulai kerja besok. Bisa?"
Aku mengangguk cepat. Sashi akan aman bersama Mak Inah di kontrakan. Mak Inah tentu bisa diandalkan.
"Bisa. Tentu bisa. Lebih cepat, lebih baik."
"Bagus!" Ujar laki-laki tampan yang kutebak usianya tak jauh beda dengan usiaku itu.
"Boleh lihat KTP?"
KTP? Untuk apa? Bagaimana ini? Dia tentu akan melihat identitasku. Bagaimana caranya berkelit? Aku bahkan lupa apa status yang tertulis di ktp-ku!