PENGEN ANAK LAKI-LAKI ganti judul ya jadi ISTRIKU LAKI-LAKI
Part 5
"Kamu cantik." Pujiku untuknya. Dia malah tertawa.
Tunggu! Aku sepertinya melihat sesuatu yang menonjol naik turun saat dia tertawa. Pemandangan itu terlihat jelas saat aku melihatnya dari bawah.
Bukan! Bukan gundukan yang ada didadanya. Tapi yang berada dilehernya. Astaga! Itu sama seperti punyaku. Refleks aku memegang jakunku, sambil memandangi bagian menonjol yang ada pada leher depan istriku itu. Walau tak semenonjol punyaku, tapi itu seperti jakun laki-laki.
"Mas? Kamu kenapa kok lehernya dipegangin gitu? Kamu sakit tenggorokan?" Tanya Anisa bingung karena aku terus saja memegangi leher.
"Ah enggak kok." Aku bangun dan mundur beberapa langkah darinya. Anisa yang heran malah melangkah mendekatiku. Saat dia maju, aku mundur kebelakang. Hingga badanku sekarang menempel di pintu kamar.
"Mas? Kamu itu kenapa sih? Aku maju kamu malah mundur kaya orang ketakutan gitu?" Anisa semakin maju mendekatiku.
"Engg anu dek, mas nggak papa, cuma ngantuk mau tidur." Cepat-cepar aku masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam.
"Mas? Mas? Kamu kenapa sih! Mas? Buka dong pintunya." Anisa terus mengetuk pintu kamar. Aku berlari ke atas kasur dan menggelamkan tubuhku dibawah selimut. Lama kelamaan suara Anisa menghilang. Akupun terasa mengantuk dan akhirnya terlelap.
Tok tok tok
"Mas? Bangun! Buka pintunya!"
"Ah siapa sih malem-malem ngetuk pintu. Ganggu orang tidur aja." Gerutuku
Tok tok tok
"Mas bangun! Bukain pintunya." Hah ganggu orang tidur aja sih. Tunggu-tunggu, aku sepertinya kenal dengan suara itu.
Aku bergegas bangun dan melihat kesampingku. Anisa tidak ada ditempat tidur. Berarti yang dari tadi ngetuk pintu itu Anisa.
Ya Allah aku lupa kalau tadi aku ngunci pintu kamar dari dalam. Kulirik jam di dinding, pukul 00.45. Bergegas aku bangun dan membukakan pintu.
Anisa sudah bersiap dengan gaya kuda-kudanya untuk menerkamku.
"Alamak, bisa habis nih aku kalo Anisa udah marah. Sepuluh tanjakan, turunan, belokan nggak bakalan bisa selamat dari jurus dia." Aku berbicara dalam hati kecilku.
"Mas!!!!" Sebelum Anisa mengeluarkan jurus mengomelnya yang bisa mencapai 120km/jam itu, aku langsung bergegas keluar kamar dan berlari ke wc.
"Duh dek, Mas mules, nanti lagi ya ngomelnya, ini mas udah nggak tahan." Ucapku sambil memegangi perut. Tentu saja itu cuma ekting.
"Halah nggak usah alasan kamu mas!"
"Beneran dek."
Broooottt.
"Wahai kentut, kau datang diwaktu yang tepat." Bisikku. Aku menyengir.
"Tuh kan dek, mas nggak bohong. Udah ah mas mau ke wc dulu." Aku langsung saja ngeloyor pergi meninggalkan Anisa.
Sudah setengah jam aku berada di wc, mondar mandir nggak jelas. Mau keluar takut Anisa masih marah. Masa iya aku harus tidur disini.
Aku membuka pintu wc dengan amat hati-hati, takutnya Anisa malah berdiri didepan pintu. Oke, aman, batinku. Baru saja aku melangkah keluar tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang.
"Mas!" Astaga bisa pecah nih gendang telingaku kalo kaya gini.
"Apa sih dek." Ucapku sambil mengusap telingaku yang terasa pengang.
"Kamu itu ya $-%;%-#)#;$/$(@;$;$?#;#:@/$/%(&($/@*$($(%;%($ #(@-%;%?#(@;$." Tuhkan jurus 120km/jam nya keluar. Kalian yang baca pasti enggak paham kan sama yang diomongin Anisa. Sama! Aku juga. Saking cepetnya tuh omongan sampe authornya aja bingung harus nulis apa.
Anisa mengomel dan aku cuma bisa menunduk seperti anak kecil yang habis dimarahin emaknya gara-gara dituduh ngilangin tupp*rwar* padahal si emak sendiri yang lupa naroh.
"Bakalan selesai subuh nih." Gerutuku
"Kamu ngomong apa mas!" Alamak, Anisa denger.
"Emmm enggak dek, itu kamu pake krim malam enggak rata."
"Hah! Masa si Mas?" Buru-buru Anisa masuk ke kamar untuk berkaca.
Sebelum Anisa keluar kamar dan memarahiku lagi karena ketahuan bohong. Lebih baik aku masuk ke wc lagi aja. Biarlah tidur di wc. Asalkan enggak denger suara panci rombeng lagi.