Aku terlebih dahulu memasuki kamarku, yang sudah di sulap pendekor sebagus mungkin, dan ruangan kamar yang begitu wangi yang menyejukkan Indra penciuman.
Diatas ranjang, terdapat hamparan bunga mawar berbentuk love, ah! Romantis sekali suasana kamar ini.
"Assalamu'alaikum," ucap Mas Mario ketika membuka pintu kamar pengantin kami. "Walaikumsallam, Mas!" sahutku sambil tersenyum menoleh ke arahnya. Aku sendiri masih duduk di depan cermin rias, lalu berdiri mendekat ke arahnya yang tengah duduk.
"Mas, Mala tinggal mandi dulu, ya!" ujarku sambil berjalan menuju lemari di samping ranjang. Ia hanya mengangguk menanggapiku.
Selesai mandi, aku dan Mas Mario melangsungkan shalat Isya, sebelum kami berdua beristirahat. Selesai shalat, aku dan Mas Mario mengambil posisi masing-masing untuk rebahan di atas kasur bertabur bunga mawar merah.
"Dek! Apakah kamu bahagia?" tanyanya sambil berbaring ke arahku.
Kami berdua menikmati malam pengantin layaknya sepasang suami istri yang bahagia.
Tentu bahagia, memiliki suami ganteng! Pekerja keras, dan baik. Meskipun suamiku ternyata bukan orang yang romantis, bahkan terkesan bersikap dingin kepadaku, tapi ia akan selalu menuruti apapun kemauanku. Kini aku dan Mas Mario tinggal di rumah sendiri, yang Mas Mario belikan setelah lima bulan menikah.
Setahun berlalu, aku hamil anak pertama kami. Saat Mas Mario pulang bekerja, aku langsung memeluknya erat, dengan wajah berbinar-binar.
"Ada apa?" tanyanya dingin, seperti biasa wajah itu selalu datar. Bahkan belum sempat ia mengucap salam, aku sudah menghambur ke pelukannya.
Dengan wajah tersenyum, aku melonggarkan pelukanku, lalu memperlihatkan benda pipih bergaris dua itu kepadanya. "Aku hamil," ucapku masih dengan wajah terus mengembangkan senyum bahagia.
Mas Mario hanya tersenyum tipis, ia langsung masuk begitu saja, sambil berkata lelah. Bagaimana tidak lelah, setiap hari bekerja pagi pulang tengah malam, bahkan kadang pagi baru pulang.
Tapi aku berusaha mengerti, ini semua demi kehidupan kami, begitulah jawabannya ketika aku mulai melayangkan protes.
Semenjak aku hamil, Mas Mario memintaku untuk tidak lagi ketoko kue, ia memintaku hanya di rumah. Demi menjaga kandunganku. Mas Mario pun tidak lagi bekerja pagi pulang tengah malam. Ia kini pulang setiap sore, selama aku hamil. Tapi sikapnya selalu saja dingin, bahkan ketika makan saja, kami berdua selalu sibuk dengan gawai masing-masing.
Rumah ini menjadi sepi, kadang ditempat tidur pun kami berdua sibuk dengan pikiran dan gawai kami, tanpa ada perbincangan antara suami istri. Tapi aku tidak lagi keberatan, aku mulai harus mengerti dia, begitulah batinku memberi pengertian kepada diri sendiri. ________ Kelahiran anakku, yang ternyata adalah seorang laki-laki tampan, persis sekali dengan wajah Ayahnya. Mereka bak pinang dibelah dua sangat mirip.
"Ah, cucu Oma! Ganteng sekali," ucap Ibu Mertua sambil menggendong dan mencium-ciumi bayiku dengan wajah bahagianya. Begitu pula Ayah Mertua, berkali-kali ia mengatakan bahwa anakku, adalah Mario kedua.
"Gantian dong! Delima. Aku kan juga pengen gendong cucuku!" ujar Bunda yang protes karena menunggu antrian untuk menggendong. Aku dan Mas Mario hanya tersenyum menatap mereka ber-empat yang begitu bahagia.
"Terimakasih, Sayang!" ucap Mas Mario pelan berbisik di telingaku, ia lalu mengecup mesra keningku.
"Aku, cinta kamu! Mas." Aku berucap sambil tersenyum kepadanya. Ia hanya mengangguk, lalu memintaku beristirahat. Mereka membawa bayiku keluar kamar, dan membiarkanku beristirahat sejenak.
Kupikir dengan kehadiran bayi lucuku, akan membuat Mas Mario berubah manis dan romantis, nyatanya tidak. Ia tetap saja pada sikapnya yang dingin dan acuh.
Aditya Bagaskara, begitulah kami memberikan ia nama, seperti nama Ayahnya. Mario Bagaskara. _____________ Tak terasa, kini Pernikahan kami beranjak sepuluh tahun, aku pun berniat mengadakan acara seperti biasanya. Meskipun sering sekali gagal.
Dengan bahagia, setiap hari pernikahan kami, aku selalu membuatkan kue dan berbagai masakan lezat, untuk kusantap dengan suamiku. Nyatanya, malam ini kembali terulang lagi. seperti malam-malam setiap kali hari pernikahan kami tiba, suamiku akan pulang pagi harinya.
Hatiku mencelos, sambil menatapi makanan yang sudah tidak nyaman lagi, dan lilin yang telah hancur di lahap api. Seperti biasa, aku mulai membuang semuanya ke tong sampah, dengan perasaan sedih, namun aku juga tidak bisa mendesaknya untuk berubah. Sebab ia selalu pandai untuk berkilah, hanya akan terus membuatku semakin terluka.
Semalam aku terjaga, lalu dengan mata rasanya mengantuk, aku menyiapkan sarapan pagi, untuk anakku dan menyambut Mas Mario dengan sejuta pengertian, tanpa harus menciptakan keributan yang sia-sia.
"Assalamu'alaikum," ucapnya dimuara pintu. "Walaikumsallam," sahutku sambil berjalan tersenyum menyambut kedatangannya di pagi hari, semalaman ia berada di kantornya.
Aku bersalaman, lalu mencium punggung tangannya seperti biasa, lalu membawakan tas miliknya ke dalam kamar. Untukku letakkan di tempat biasa.
💞 Terimakasih 💞 Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku nya makin semangat 😘