Hallo, aku Mala, anak tunggal dari Baskoro dan Julia. Hobbyku adalah membuat berbagai kue yang lezat dan cantik! Setelah lulus kuliah, aku tidak berniat untuk melanjutkan bekerja sesuai jurusanku. Tapi aku meminta Ayah untuk memberikan aku modal untuk membuka toko kue, sesuai cita-citaku. Untungnya Ayah selalu saja menuruti kehendakku. Sedangkan Bundaku sedikit cerewet dan tak menyukai pilihanku, bagi Bunda, jadi penjual kue itu memalukan. Tapi aku tak begitu peduli, ia lebih setuju jika aku bekerja di perusahaan besar, dengan gaji yang besar pula. Bunda Julia, dia begitu banyak memiliki teman sosialitan, dulunya ia seorang desainer terkenal, bahkan Butik yang kini ia buka pun sangat ramai pengunjung.
"Mala Baskoro! Kapan kamu berhenti dari cita-cita konyolmu ini?" tanya Bunda dengan berang, ketika memperlihatkan fotoku yang tengah mengantar kue pesanan pelanggan dari tokoku. Aku begitu bekerja keras merintis usahaku dari nol, aku pembuatnya, aku juga kurirnya. Sedangkan satu karyawanku khusus berjualan di toko.
"Bunda! Aku menyukai pekerjaan ini, tolong mengerti aku!" ujarku memelas kepadanya.
Bunda mendengus. "Bunda ini malu, pagi-pagi sudah dapat kiriman foto kamu begini, malu tahu gak malu! Mau taruh dimana muka Bunda ini?" ucap Bunda dengan menghentakkan kakinya bak anak kecil yang tidak di belikan permen.
Aku terkekeh geli melihat tingkah laku Bunda.
"Kenapa kamu tertawa? Gak lucu!" ujar Bunda dengan mata melotot, ia berlalu meninggalkanku menaiki anak tangga. Sedangkan aku yang masih kotor sepulang kerja, langsung menuju kamar untuk mengambil handuk. Rasanya gerah sekali, seharian bekerja mengurus toko kue, aku pun langsung mandi untuk membersihkan diri.
"Bagaimana? Bisnis kamu? Nak," tanya Ayah ketika kami semua berkumpul di meja makan.
"Alhamdulillah, sangat baik, dan aku sangat menyukainya," jawabku dengan senyum sumringah. Kulirik wajah Bunda yang nampak sinis mendengar penuturanku dan Ayah tentang toko kue kesayanganku itu.
"Gara-gara, Ayah. Anak ko di dukung usaha begitu!" celetuk Bunda dengan kesal.
"Apa salahnya, sih Bun. Yang penting Mala bahagiaan, dan sungguh-sungguh merintis usahanya dengan baik." Ayah berkata sambil menyeruput minumannya.
"Percuma sekolah tinggi-tinggi, kalau ujung-ujungnya kerja seperti itu!" ucap Bunda meremehkan usahaku, namun aku hanya tersenyum menanggapinya, sudah biasa Bunda begini. _________
"Bu, ini ada pesanan kue dari pelanggan baru! Namanya pak Mario! Katanya mau diantar sekarang, orangnya lumayan cerewet lagi," ucap Karyawatiku yang bernama Joan. Joan ini perempuan single yang berusia dua puluh tahun tahun, sedangkan aku dua puluh lima tahun, dan masih jomblo juga.
"Mana alamatnya?" tanyaku menadahkan tangan kepadanya. Ia pun memberikan kartu nama laki-laki yang bernama Mario itu. Aku pun mengambil kue pesanannya, lalu meluncur untuk mengantarkan pesanan itu.
Sesampainya di halaman rumah, Mario, aku memencet bel yang ada di pagar rumah. Pak Satpam mendekat ke arah pintu pagar, tempat aku berdiri saat ini.
"Nyari siapa? Ya," tanya Pak Satpam.
"Kurir pengantar kue Mala bakery."
Satpam itu mengangguk paham, ia lalu membuka lebar pintu pagar, aku pun langsung masuk menuju pintu rumah mewah berlantai dua itu.
Aku kembali memencet bel rumah. Tidak begitu lama, muncullah sosok laki-laki di balik pintu. Aku terpana menatap wajah gantengnya, terlebih ketika ia tersenyum melihat kehadiranku.
"Mbak! Mbak!" sapanya membuyarkan lamunanku yang sedari tadi menatapnya tak berkedip. Spontan saja saja itu membuatku seketika merasa sangat malu.
"Ah, maaf! Maafkan saya," ujarku tanpa berucap apa-apa lagi, selain menahan malu yang menguasai diri.
"Oh, tidak masalah, berapa total semuanya?" tanyanya kembali.
Aku menyodorkan nota yang tertera atas nama Mario kepadanya. Ia pun tersenyum meraih nota itu, lalu membayarnya. Aku langsung secepat kilat meninggalkan rumah mewah itu. Setelah menerima pembayaran dari Mario.
Sepanjang jalan, aku terus merutukki kebodohanku tadi, semoga saja ia tidak jera belanja di toko kue milikku. ____________
"Assalamu'alaikum," Aku mengucap salam ketika memasuki rumah setelah lelahnya berjualan kue hari ini. Itu sudah menjadi rutinitas wajibku setiap kali pulang ke rumah mau pun meninggalkan rumah.
"Walaikumsallam," sahut Ayah dan Bunda secara bersamaan.
"Tumben pada di ruang tamu? Ada yang di tunggu?" tanyaku penasaran melihat keberadaan mereka berdua yang tidak biasa.
"Iya, kamu tuh tamunya!" sahut Bunda dengan cepat, terlihat binar bahagia di matanya.
"Sepertinya mencurigakan!" ucapku sambil mendelik penuh curiga menatap senyum bahagia di wajah mereka berdua.
"Duduk, sini Nak. Ada yang mau Ayah bicarakan," ujar Ayah. Aku pun langsung duduk di sebrang mereka berdua.
"Nak, kamu sudah punya pacar?" Bunda bertanya dengan wajah antusias.
"Tumben nanya, kok Mala merasa curiga?" ujarku sambil menatap heran kepada mereka berdua.
"Jawab saja!" Pinta Bunda seakan tidak sabar untuk mendengarkan jawabanku.
"Belum sih," jawabku santai.
"Alhamdulillah, bagus-bagus. Kali ini kamu yang harus nurut sama Bunda!" ucap Bunda sambil tersenyum menyeringai.
"Apa nih? makin mencurigakan."
"Bunda, akan jodohkan kamu! Sama anak teman Bunda! Ganteng, kaya dan juga pekerja keras! Jamin deh, kamu gak bakal menyesal," ujar Bunda penuh percaya diri.
"Apa? Di jodohkan, emang ini jaman apa-an Bunda! Jaman modern begini masih berlaku jodoh-jodohan."
"Bunda tidak terima penolakan, kamu sudah Bunda biarkan buka toko kue bahkan jadi kurir pula. Jika kamu menolak, maka Bunda tidak segan-segan menutup toko kue milik kamu itu," ancamnya sambil berdiri meninggalkan aku dan Ayah yang semakin tercengang mendengar penuturannya.
💞 Terimakasih 💞 Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku nya makin semangat 😘