"Ayah, kenapa sih pulangnya malam terus, hari ini malah pulang pagi?" tanya anakku Aditya yang kini berusia delapan tahun.
"Maaf, Sayang! Ayah banyak kerjaan, Ayah beginikan untuk kamu dan Bunda juga!" ucapnya sambil tersenyum mencubit gemas pipi putra kami itu. Aku terpaku melihat mereka berdua, kadang ada rasa kecewa merayap dalam hati, namun aku selalu berusaha menepisnya.
Aku kembali melanjutkan langkahku yang sempat terhenti ketika menyaksikan perbincangan Ayah dan anak tersebut.
"Bunda! Kapan kita jalan-jalan?" tanya anakku ketika melihatku datang, aku menarik kursi untuk bergabung sarapan bersama mereka berdua.
"Nunggu, Ayah ada waktu untuk kita, ya!" jawabku pelan.
"Ayah, kapan ada waktu untuk Adit, masa kerja terus!" rengek anakku seakan menampakkan wajah kecewanya.
"Baiklah, Adit mau jalan-jalannya kapan?" tanya Suamiku dengan santai.
"Sekarang! Mumpung Adit libur," jawabnya dengan penuh semangat.
"Kan, Ayah belum ada tidur, Nak. Pasti Ayah sangat lelah hari ini," ujarku memberi pengertian. Kenyataannya memang begitu, terlihat jelas sekali, bahwa Mas Mario begitu lelah dan kurang tidur.
Anakku kembali terdiam.
"Minggu depan, bagaimana?" tanya Suamiku kepada anaknya yang tengah merajuk.
Wajah suram itu kembali menunjukkan keceriaannya. " Janji?" Sambil mengangkat tangannya, ia meminta Ayahnya berjanji dengan jari Kelingking.
Aku dan Mas Mario terkekeh geli melihat tingkah lakunya. Meskipun dalam hatiku bertanya-tanya, lupakah Mas Mario pada hari pernikahan kami, ia bahkan seakan biasa saja.
Aku pun enggan membahas itu kepadanya. Cukup di masa lalu, ia marah karena aku protes dengan tingkahnya, ia bahkan tidak pulang selama dua hari. Aku tidak ingin menyulut api di dalam dirinya, aku selalu berusaha percaya, bahwa ia begitu bekerja keras demi kebahagiaan aku dan anaknya. ______ Hingga janji yang di maksud telah tiba, Mas Mario pulang lebih awal untuk memenuhi janjinya kepada Adit.
Kami bertiga berangkat jalan-jalan kemana pun Adit mau.
"Apakah anak Ayah sudah bahagia?" tanyanya sambil tersenyum, tatapannya tetap lurus ke depan.
"Alhamdulillah, Adit bahagia," jawab anakku dengan polosnya.
Kami kembali memasuki pusat perbelanjaan, kami bersenang-senang meskipun mas Mario nampak datar dan bahkan enggan tersenyum. Berbicara kepadaku pun sangat jarang, meskipun ketika di rumah ia masih menciumku.
Bruakkk... Suamiku tergeletak pingsan, aku membawanya ke rumah sakit.
"Dokter, bagaimana keadaan suami saya?" tanyaku gelagapan ketika melihat dokter keluar dari ruangan suamiku di periksa.
"Pak Mario mengalami gangguan pencernaan dan darah rendah! Anda bisa menjenguknya, sebentar lagi kami akan memindahkannya ke ruang perawatan." Selesai menjelaskan, Dokter itupun berlalu kembali memeriksa pasien lainnya. Aku dan anakku pun masuk ke dalam, sedangkan Ayah dan Ibu mertua masih di luar kota ketika kuhubungi tadi.
Ayah dan Bunda pun tak bisa datang, sebab banyak kerjaan yang menyita waktu mereka. Begitulah alasan mereka yang tidak bisa datang. Aku pun memaklumi nya tanpa banyak protes.
Aku menemani Mas Mario di rumah sakit, sedangkan Adit, aku antar ke rumah Bunda terlebih dahulu, ia di jaga Babysiter yang Bunda siapkan. Aku sedikit tenang, mengurus Mas Mario seorang diri.
Hingga terdengar suara hentakkan heels seseorang menuju ke ruangan tempat suamiku di rawat. Seorang wanita, mengetuk pintu kamar dengan lembut, lalu memunculkan diri di balik pintu.
"Assalamu'alaikum," ucapnya sambil tersenyum ke arahku.
"Walaikumsallam, masuk!" ujarku mempersilahkannya setelah menjawab salam dari wanita itu.
Wanita itu tersenyum, berjalan pelan ke arah mas Mario yang terbaring. Suamiku, menatap wanita itu dengan tatapan yang begitu memancarkan semangat kehidupan yang selama ini tidak pernah kulihat ketika ia memandangku.
"Bagaimana, keadaan kamu?" tanya wanita itu kepada suamiku, aku seakan menjadi obat nyamuk yang menyaksikan perbincangan mereka.
"Seperti yang kamu lihat, aku tidak dalam keadaan baik-baik saja!" sahut Suamiku, seakan berharap mendapat perhatian dari wanita itu, bahkan mata itu, mata suamiku yang tidak berkedip ketika memandangi wanita yang tengah berdiri mengiba menatap suamiku.
"Cepatlah kembali pulih," ucap wanita itu singkat, ia lalu melemparkan pandangannya kepadaku.
"Perkenalkan, saya Susan! Temannya Mario di kantor!" ujar wanita itu memperkenalkan dirinya. Aku menyambut tangannya untuk bersalaman. "Aku Mala!" sahutku pelan.
"Senang bertemu denganMu." Ia berkata dengan tersenyum, lalu kembali menoleh ke arah suamiku. "Aku pamit dulu, kapan-kapan aku jenguk lagi, cepatlah pulih. Kantor sepi gak ada kamu!" ucapnya bersemangat, ia pun berpamitan kepada kami. Mas Mario terus menatap punggung wanita itu, hingga menghilang di balik pintu.
Aku mendekat kepada Suamiku, ada perasaan yang tak biasa aku lihat, bahkan suamiku terkesan begitu sedih. Ketika melihat wanita itu keluar begitu saja dari ruangan.
"Mas, siapa dia sebenarnya?" tanyaku penasaran sambil meraih kursi, aku duduk di samping ia terbaring.
💞 Terimakasih 💞 Jangan lupa subscribe, like dan komentarnya dong! Biar aku nya makin semangat 😘