"Maafin Aku ya, Ma, Pa!"
"Apakah selalu tidak ada ruang untuk bisa sedikit memahamiku Ma, Pa? Aku sama sekali tak ingin membuat Mama dan Papa Marah. Aku hanya ingin diperhatikan. Boleh, kan?"

Tulisan ini berangkat dari bentuk keprihatinan terhadap sebagian orang tua yang masih "acuh" atau tidak mau peduli dan mencari tahu alasan kenapa anak-anak mereka seringkali membuat kenakalan. Dengan spontan mereka langsung memarahi. Ada yang dengan menjewer. Bahkan tak jarang, para orang tua juga memaki dan sampai berkata kasar kepada anak mereka sendiri. Miris.

Seorang ibu mengaku sering dibuat "kesal" atau "jengkel". Anaknya seringkali menangis meraung-raung jika meminta sesuatu. Dan tidak akan berhenti sampai permintaannya itu dituruti. Tak hanya itu, anaknya juga sangat sulit ketika disuruh makan dan mandi. Bahkan, si anak juga susah diatur. "Wah, ampun deh, anak saya benar-benar nakal," terangnya.

Menurut psikolog dari Jagadnita Consulting, Clara Istiwidarum Kriswanto, secara fisik kenakalan akan muncul bila anak berada dalam kondisi capai, mengantuk atau hilang mood, serta lapar. ''Secara fisik, ketiga hal itu bisa menimbulkan kenakalan pada anak,'' tuturnya 

Malah, ada pula anak yang sengaja melakukan kenakalan karena alasan balas dendam. Hal ini, biasanya dilakulan oleh anak yang sudah besar. "Biasanya, anak yang tidak mendapat perhatian dan tidak bisa mencari kekuasaan cenderung akan melakukan balas dendam dengan membuat jengkel Sang Ibu. Kalau anak sudah bilang, "Nggak mau, Mama jahat banget". Itu tandanya anak sudah merasa jengkel dengan orang tuanya. Maka, ia akan berusaha melakukan tindakan yang nakal dan membuat Ibu jengkel setengah mati" - tambah Clara Istiwidarum Kriswanto 

Menurut Clara, selain dipicu faktor fisik, kenakalan pada anak juga muncul akibat faktor psikologis. Seorang anak, biasa berbuat nakal atau tindakan yang bisa membuat ibu jengkel, sebenarnya untuk meminta perhatian. ''Tujuan utama anak nakal, karena ia meminta perhatian.'' Selain itu, anak juga sering berbuat nakal karena didorong faktor untuk mencari kekuasaan. Biasanya, tutur Clara, hal itu dilakukan anak usia dua-tiga tahun. ''Anak biasanya melempar-lempar atau menumpahkan makanan saat makan, tujuannya ingin merdeka dan membuktikan bahwa ia mampu makan sendiri.''

Anak memang seringkali akan berbuat dengan sesuka hatinya tanpa harus berfikir terlebih dahulu kalau setiap perbuatan mesti ada konsekuensi yang harus ia tanggung. Mereka masih belum mampu berfikir dengan jernih dan matang. Seperti halnya orang dewasa seperti kita. 

Clara mengungkapkan, orang tua memiliki peran yang besar dalam mendidik anaknya. Ia mengingatkan, banyak orang tua saat ini salah menerapkan perhatian kepada anak. Kebanyakan orang tua memberi perhatian kepada si buah hati, justru ketika mereka melakukan tingkah laku yang nakal. ''Memberi perhatian pada anak pada saat yang tidak tepat adalah salah,'' tuturnya. Menegur anak saat memain-mainkan tombol televisi misalnya, tutur dia, justru akan dipersepsi anak, jika ingin mendapat perhatian, maka ia harus memainkan tombol televisi. Maka, berilah anak perhatian pada saat ia berbuat hal yang baik dan manis.