Mahesa POV
.
'Maksudnya?' Dia membalas.
'Ketemuan.' Ulangku dengan ketikan ragu.
Entah kenapa sebenarnya memang belum begitu siap. Kalo ketemu terus si Nesha malah menjauh ....
'Gimana ya, Bang? Aku ada ekskul, pulangnya bisa menjelang Magrib'.
Tepat seperti dugaanku. Nih cewek memang jinak-jinak ayam cat warna-warni. Didiemin ngedeket, kalo diremes mati. Ah, perumpamaan macam apa ini.
'Oh ... gitu, ya udah.'
‘Maaf' ya, Abang. Lope lope deh buat Abang'.
Dia kirim emot cium.
"Cium apanya?'
'Dih, langsung omes ...'
'Makanya jangan mancing!'
'Kan cuma kasih tau kalo sayang.'
'Sayang tapi nggak mau diajak ketemu.'
'Kan sibuk Abaaaang ...'
'Hmm ....'
Sesaat hening. Sementara aku menyeruput kopi yang terasa tak
manis lagi.
'Bang, Maaf ya.'
'Iya, Wet. Tidur sana.'
'Nggak mau.'
'Jadi maunya apa gitu?'
'Mau chat sama Abang sampe pagi.'
'Ya jangan.'
‘Kenapa?'
'Makin malem makin banyak setannya.'
'Dih, dasar!'
Aku tertawa kecil.
'Gud nite, sweat dream.'
'Sweet dream Abaaaaang.'
'Kamu yang sweet dream, kalo Abang sweat dream. Mimpi
keringetan.'
'Omeeeeesssssss!'
Aku tertawa lagi, lalu menunggu sampai lampu online-nya mati.
Aku pernah menjalani fase Facebook terparah. Di mana setiap malam chat dengan beberapa wanita dan membicarakan hal-hal yang tidak semestinya. Untung semenjak disibukkan dengan beberapa buku hasil karya sendiri, mulai berubah perlahan.
Sama Nesha, entahlah, kadang ada godaan juga. Ngegemesin soalnya. Satu-satunya cara biar nggak tergoda ya dengan nyuruh tidur
duluan.
***
Besoknya, aku memilih pergi ke toko buku untuk membeli beberapa buah buku titipan Felisha. Sekalian ngeliat salah satu buku yang akhirnya bisa nangkring di salah satu rak di sana.
Berkat usaha, kerja keras banting mata tiap malam. Iya, banting mata, soalnya jadi penulis itu kan yang lelah matanya. Ngetik di depan layar laptop dan hape bisa berjam-jam.
Baru sampai di gramed saat baca postingan Nesha. Ternyata itu anak ke Gramedia juga.
Kecewa. Karena itu artinya dia bohong soal kesibukan. Nyatanya
dia punya waktu luang buat pergi sendirian.
***
Baru saja memarkir motor di depan rumah saat menyadari
ternyata sedang ada tamu.
Sambil menenteng plastik berisi buku, aku mengucap salam dan
melangkah masuk.
Mama menyambut dengan tatapan sedikit aneh. Begitupun dengan dua wanita beda usia di sebelahnya. Satu keliatan masih gadis, berkulit putih dengan rambut tergerai panjang. Satunya seusia Mama.
"Nah, ini anak Tante," ucap Mama ramah, lalu memperkenalkan
namaku pada kedua tamunya.
Gadis itu melirik sekilas, sedikit jutek, sementara wanita di
sebelahnya terlihat lebih ramah.
Aku mengangkat alis.
Siapa mereka?
***
Malam menjelang larut. Aku menyandarkan punggung di kursi, lalu meregangkan kedua tangan ke atas. Pegel.
Baru selesai memposting tulisan dan membalas beberapa komen
tentang cerita yang kutulis barusan, saat kulihat lampu messengernya
menyala. Entah menulis status apa tapi kulihat pesan masuk datang
dari Nesha.
'Bang, sibuk ya?' tulisnya.
'Hmm.'
'Ih, kok jawabnya singkat banget?' Dia mengirim emot cemberut.
'Hari ini ke mana aja tadi?' Aku langsung menembak.
'Mmm ... gak kemana-mana kok.'
'Gak ke mana-mana tapi statusnya ke Gramedia.'
'Iya ... cuma sebentar tadi.' Akhirnya dia mengakui.
'Berarti kemaren cuma alasan ya?'
'Ih, bukan gitu Abaaang.'
'Yaudah.'
'Abang marah?'
'Enggak. Gak malmingan gitu?'
'Nggaklah. Males keluar.'
'Pake bohong gak nih?'
'Dih, gak percaya! Akutuh memang jarang keluar rumah. Apalagi kalo sama cowok!'
'Yakin?'
'Abang mah ... kok kaya gak percaya?'
'Jaman sekarang kayanya gak mungkin anak-anak ABG malam
minggu gak kelayapan.'
'Aku beda kali!'
'Ya memang beda. Paling cantik.'
Eaaak
Aku tertawa kecil.
'Tumben.' Akhirnya dia membalas sambil menyelipkan emot lidah.
'Tumben apa?'
'Tumben ngegombal, biasanya gak pernah.'
'Khusus buat cewe orang lah.'
'Ish ....'
'Ceweknya hantu Facebook. Wkwkwk!'
'Dih! Abang mah. Ngatain terus.'
'Nes ...'
'Apa?'
'Cium, Nes.'
'Dasar!'
Aku tertawa lagi.
Tepat pada saat itu terdengar desah suara lembut seseorang
terbangun di atas ranjang, tepat di sampingku. Orang yang saat ini
sedang berbagi selimut denganku.
Sesaat, aku menahan tangan yang akan mengetik chat balasan. Tapi sialnya dia malah terbangun.
Mengucek mata sebentar, lalu
menoleh dan menatapku penuh tanda tanya.
Atau ... curiga?
Untuk beberapa saat kami saling pandang. Hingga akhirnya tangan
itu terulur berusaha meraih hape di tanganku.
"Chat ama siapa?"
.
Siapa yang menjamin akun di dunia maya memang menunjukkan semuanya tanpa ada yang disembunyikan?
Begitupun aku.
.
"Bang, bilang ... lagi chat ama siapa?"
.
Next