Memiliki keluarga yang bangga padanya, dikelilingi sahabat yang menyayanginya dengan tulus serta selalu setia membantu dalam segala kondisi, juga merupakan konsultan bagi 300 jama'ah majlis ta'lim, membuat hidup Maimun fathiyyah begitu lengkap dan sempurna.
Prestasi akademik yang terbilang cemerlang, dengan menyandang gelar S.pd dari program studi pendidikan bahasa inggris di usia 21 tahun.
Sempat menjuarai lomba karya ilmiah tingkat kabupaten saat di bangku SMU menambah rentetan prestasinya.
Namun pada usia 28 tahun, deretan prestasinya, dan tak ada kekurangan pada fisiknya, tak jua mengundang jodoh bertandang.
Ia pun galau, dengan seringnya mendapakan pertanyaan yang seolah menghakimi penantiaan yang tengah dijalaninya.
Bagaimana seorang sholehah seperti dirinya, bisa merasa tertekan dengan sesuatu yang bukan aib ?
Andai saja penanya tahu kegelisahan dan tekanan yang ditimbulkan dari ucapan, yang tak butuh jawaban dari yang ditanya. Sebab jodoh bukanlah perkara mau atau tidak mau, juga bukan pula perkara waktu.
Pernikahan adalah impian semua mahluk yang memiliki rasa dan syahwat.
Pernikahan adalah ibadah agung dan penopang ketaqwaan.
Namun ada yang Allah segerakan, dan sebagian orang, Allah karuniakan setelah penantian panjang.
Dalam kegalauan itu, Maimun memutuskan untuk menikah dengan seorang lelaki yang tinggal di dusun tapi berasal dari keluarga bangsawan sulawesi, sayangnya keluarga sang Qowwam sama sekali tak menyukai Maimun, dan anti pada beberapa prinsip Maimun. Berbagai masalah pelik harus dihadapinya, lalu bagaimana ia mempertahankan prinsipnya tanpa mengakhiri rumah tangganya ?
Ikuti perjuangan Maimun Fathiyyah, mengejar Ridho -Nya, meraih maghfirah - Nya, dalam perjalanan hidup yang tak seindah nilai IPK-nya, yang lulus dengan predikat cumlaude dari perguruan tinggi negeri.